Namun, ini hanya terjadi ketika korban tidak mendapat dukungan, baik dari lingkungan keluarga, konselor, atau psikolog.
"Bila seorang ibu yang mengalami mom-shaming tidak mendapat dukungan, maka tiga kali lebih besar peluang untuk melakukan mom-shaming ke sesama ibu,” papar dia.
Baca juga:
Selain itu, mereka juga berpotensi untuk mengisolasi diri sendiri. Ketika ibu menarik diri dan enggan melibatkan diri dengan interaksi sosial, hal tersebut menurutnya sudah dinilai memprihatinkan.
"Kalau sudah begini, berarti sudah salah karena potensi anak untuk bergaul dan berinteraksi secara sosial (terdampak). Jadi, jahat banget mom-shaming itu dan kita tidak sadar,” pungkas Ray.
Sebagai informasi, penelitian dari HCC mengungkapkan, 72 persen atau tujuh dari sepuluh ibu di Indonesia mengalami mom-shaming.
Dampaknya signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional mereka.
Pasalnya, para pelaku atau aktor mom-shaming berasal dari lingkungan inti mereka, yaitu keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram an