Penulis
KOMPAS.com – Banyak anak yang pulang sekolah membawa cerita, termasuk saat mereka mendapat teguran dari guru.
Dalam momen seperti ini, anak biasanya bergegas menceritakan pengalaman tersebut kepada orangtuanya.
Psikolog keluarga Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., mengatakan, hal tersebut tentu wajar terjadi, sebab bagi anak-anak orang terdekat ialah orangtua.
Namun, Sukmadiarti juga menjelaskan bahwa tidak semua curhat anak bermaksud meminta pembelaan.
Lebih sering, anak hanya ingin didengar, dipahami, dan diterima oleh orangtua.
“Ketika anak curhat, dia sebenarnya ingin bercerita saja. Namanya bercerita kan ingin didengar, ditenangkan, dirangkul, dan dibuat nyaman,” ujarnya kepada Kompas.com, Senin (22/9/2025).
Baca juga: Belajar dari Wali Kota Prabumulih, Kapan Orangtua Perlu Turun Tangan Saat Anak Ditegur Guru?
Sukmadiarti menekankan, saat anak bercerita, respons pertama yang dibutuhkan adalah penerimaan.
Orangtua bisa mendengarkan dengan tenang, menunjukkan empati, dan memvalidasi perasaan anak.
“Kalau ada luka, ya diobati. Kalau ada sedih, biarkan kesedihannya dirilis dengan sikap orangtua yang mendengarkan,” katanya.
Sebaliknya, reaksi cepat berupa amarah terhadap guru atau sikap defensif justru membuat anak bingung.
Alih-alih merasa didukung, anak bisa belajar bahwa setiap kritik harus ditolak, padahal teguran adalah bagian dari proses tumbuh kembang.
Baca juga: Anak Ditegur Guru, Kapan Orangtua Harus Mendengar, Kapan Harus Bicara?
Agar lebih memahami, orangtua disarankan untuk menggali perasaan anak. Misalnya dengan bertanya, “Kamu merasa bagaimana saat ditegur?” atau “Apa yang kamu harapkan dari guru?”.
Menurut Sukmadiarti, pertanyaan terbuka ini membuat anak belajar mengenali emosi sekaligus memberi kesempatan orangtua untuk memahami sudut pandang mereka.
Ada kalanya teguran guru wajar karena anak melanggar aturan.
Dalam kondisi ini, orangtua sebaiknya mendukung anak untuk bertanggung jawab.