Penulis
“Bagi anak muda, dunia maya itu nyata. Komentar jahat bukan sekadar tulisan di layar, tapi bisa terasa sama menyakitkannya seperti ejekan di dunia nyata,” tutur Vera.
Untuk mencegah hal serupa, Vera mengajak warganet membiasakan prinsip sederhana: “Pause Before Post.”
“Berhenti sejenak sebelum menulis, lalu tanya diri sendiri, apakah yang saya tulis akan menyakiti seseorang jika dibaca?” ujarnya.
Ia juga membagikan prinsip 3T agar setiap unggahan tetap sehat dan beretika:
Baca juga: Belajar dari Kasus Bullying Timothy, Psikolog: Empati itu Bentuk Tanggung Jawab Moral
Empati, menurut Vera, bukan hanya tentang merasa kasihan.
“Empati adalah kemampuan untuk mengatur diri agar tidak menyakiti orang lain,” jelasnya.
Ia mengingatkan, di tengah derasnya arus komentar dan opini, penting untuk tidak diam ketika melihat perundungan.
“Diam bisa diartikan mendukung. Kita bisa membantu dengan melaporkan konten negatif, memberi dukungan pribadi kepada korban, dan tidak menyebarkan ulang unggahan yang menyudutkan,” jelasnya.
“Empati adalah bentuk tanggung jawab moral di era digital, berpikir sebelum menulis, menahan diri sebelum bereaksi, dan berani membela tanpa mempermalukan," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang