Penulis
"Kualitas hidupnya meningkat bukan karena beban berat, tapi karena keberanian memulai dari yang ringan dan konsisten. Saat ini kami masih rutin latihan, dengan frekuensi 1–2 kali per minggu," ujarnya.
Dari pengalaman ini, Sani menyadari satu hal penting: lansia bukan tidak mampu, mereka hanya jarang diberi kesempatan dan lingkungan yang aman untuk mencoba.
Mereka membawa cerita panjang dalam tubuh: riwayat kesehatan, rasa takut cedera, trauma kecil dari masa lalu, hingga keyakinan bahwa tubuh tua seharusnya tak banyak bergerak.
Latihan beban bagi mereka bukan sekadar olahraga, tetapi proses mendengarkan tubuh yang berubah dan mempercayainya lagi.
Baca juga: Manfaat Latihan Beban bagi Pelari, Menurut Studi
Sani juga belajar bahwa setiap orang punya titik mulai, ritme, dan rasa amannya sendiri.
Dulu ia mengira semakin banyak ia mendorong keluarga untuk olahraga, semakin cepat mereka bergerak. Ternyata tidak selalu demikian.
"Seringkali yang dibutuhkan bukan dorongan, tapi rasa aman dan pendampingan tanpa tekanan," katanya.
Orang tua atau lansia membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses ketakutan mereka.
Mereka tidak hanya bergerak dengan otot, tetapi juga dengan pengalaman hidup.
Ajakan berlebihan justru bisa membuat mereka menjauh.
Baca juga: Cerita Irsani Menemukan Kekuatan Fisik dan Mental lewat Latihan Beban
Pendampingan ini juga mengajarkan Sani hal lain yang tidak kalah penting: menjaga diri sendiri.
Ketika fokus membantu orang tua atau keluarga berolahraga, kita sering lupa merawat tubuh sendiri.
Padahal, konsistensi kita justru menjadi contoh paling mudah diterima.
"Pengaruh terbesar sering datang dari hal kecil yang mereka lihat setiap hari," ujarnya.
"Aku berlatih tanpa mengeluh, makan dengan sadar, tidur cukup. Bukan supaya mereka ikut, tapi supaya mereka tahu pilihannya selalu ada," imbuh Sani.