Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Kamu Harus Melepas Hubungan dengan Kekasih?

Kompas.com, 29 Agustus 2018, 21:21 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat menonton film drama komedi romantis, mungkin kita sering melihat sepasang kekasih yang selalu menemukan jalan untuk bersatu, apapun rintangan yang menghadang.

Alasannya satu: cinta.

Padahal, di dunia nyata, cinta saja tak selalu cukup untuk mempertahankan hubungan. Orang bilang, "Emang mau makan cinta?"

Faktanya, rasa cinta bisa sangat kuat sehingga mereka yang merasakannya cenderung abai ketika hubungan tersebut sebetulnya tak sehat, tidak saling memenuhi, dan tidak membuat bahagia.

CEO dari layanan perjodohan Eli Simone, Jukie Wadley menyebutkan, rasa cinta yang besar terkadang membuat orang tak bisa berpikir logis sehingga enggan meninggalkan hubungan yang tak sehat.

Seseorang yang jatuh cinta akan dikontrol oleh hormon endorfin atau hormon yang membuat seseorang merasa senang.

"Kondisi tersebutlah yang membuat kita semua jatuh cinta dan mabuk kepayang, sehingga tak bisa berpikir jernih," kata Wadley.

Padahal perasaan cinta saja belum tentu kuat untuk membangun hubungan yang awet. Artinya, dalam beberapa kasus, seseorang harus merelakan hubungan cintanya kandas.

Setelah meneliti banyak kasus, para pakar meemukan beberapa tanda yang mengindikasikan kita harus melepaskan orang yang kita cintai. Ini beberapa di antaranya:

1. Tidak memiliki kebutuhan yang sama

Setiap orang memiliki keinginan berbeda yang dicari ketika membina hubungan. Kebutuhan tersebut bisa jadi merupakan kebutuhan emosional, seperti menginginkan waktu berkualitas dengan pasangan, atau kebutuhan fungsional, seperti ingin hidup sejahtera, punya rumah dan lainnya.

Jika kamu merasa pasanganmu tidak bisa memenuhi "persyaratan" itu atau keinginannya berbeda , maka penting untuk segera mengkomunikasikannya.

Jika pasanganmu tidak ingin berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka mungkin saatnya kamu move on.

Wadley mengatakan, beberapa orang memilih bertahan dalam sebuah hubungan meskipun pasangannya tidak bisa memenuhi kebutuhannya, hanya karena tidak mau mengemban stigma negatif masyarakat tentang status single.

Mereka yang berada pada posisi tersebut mungkin juga berpikir bahwa jika mereka meninggalkan hubungan, belum tentu mereka menemukan yang lebih baik.

Tapi, Wadley mengatakan bahwa pemikiran tersebut hanya membuang waktumu dan semakin mengabadikan ketidakbahagiaanmu.

"Kamu harus berusaha menemukan seseorang yang bisa memenuhi kebutuhanmu," kata dia.

Baca juga: Pekerjaan Menjadi Alasan Utama Perselisihan Rumah Tangga. Apa iya?

2. Kamu mencari kebutuhan tersebut dari orang lain

Ketika kamu mendapatkan promosi pekerjaan atau menghadapi hal darurat, siapa orang pertama yang ingin kamu beri tahu? Pada hubungan yang saling mengisi dan sehat, jawaban dari pertanyaan tersebut haruslah pasanganmu.

Kamu boleh mempercayai kolega di tempat kerja atau rekanmu yang lain, tapi jika hal itu terus kamu lakukan, maka itu bisa menjadi tanda bahwa kamu tak mendapat dukungan penuh dari pasanganmu.

Misalnya, kamu memiliki opsi antara bicara dengan kekasihmu atau teman pria/wanitamu yang lain, maka sosok yang kamu pilih lebih memberikan afirmasi emosional terhadapmu.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau