Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 12 Juni 2020, 22:03 WIB
Bestari Kumala Dewi

Editor

KOMPAS.com - Pandemi virus corona, memicu stres dan kecemasan pada banyak orang. Karena itu, tidak mengherankan bila semakin banyak orang yang telah dilaporkan berkonsultasi dengan para profesional medis untuk membantu kesehatan mental mereka.

Tetapi tahukah kamu, bahwa memiliki masalah mental juga dapat memengaruhi kesehatan usus.

Rupanya, usus dan otak menjalin komunikasi yang konstan, sehingga satu sama lain saling memengaruhi.

Baca juga: Mengatasi Insomnia karena Stres Selama Pandemi

Ketika usus mengalami masalah, ia mengirimkan sinyal ke otak. Sehingga, seringkali peradangan gastrointestinal berkaitan dengan penyakit mental seperti depresi dan kecemasan.

Dengan cara yang sama, otak juga mengirimkan sinyal ke usus. Karena itu, ketika kamu mengalami stres dan kecemasan, usus juga bisa terpengaruh.

Sebelum lebih jauh mendalami konsep ini, penting untuk mengetahui penyebab stres . Menurut Cleveland Clinic, stres adalah reaksi tubuh terhadap segala jenis perubahan mental, fisik, atau emosional yang memerlukan respons atau penyesuaian.

Meskipun stres adalah bagian normal dari kehidupan, terlalu banyak stres dapat menjadi masalah, terutama ketika seseorang mengalami kesulitan untuk mengatasinya.

Ada hal yang disebut sumbu usus-otak, yang mengacu pada hubungan dua arah antara otak dan usus.

Sistem gastrointestinal merumahkan sistem saraf enterik atau neuron dan sel glial yang ada di usus.

Baca juga: Gatal-gatal Tanpa Sebab? Bisa Jadi Tanda Stres

Meskipun hanya dimengerti sebagian karena kerumitannya, sistem ini membantu menjelaskan bagaimana stres dapat memengaruhi kesehatan usus.

“Ada interaksi yang kompleks antara kadar hormon stres, fungsi usus, dan sensasi sakit. Ini adalah topik yang seringkali tidak ingin dibicarakan orang, tetapi itu adalah salah satu alasan paling umum yang menyebabkan orang mendapat perawatan di UGD," kata gastroenterolog dan profesor kedokteran klinis di NYU Langone Health David Poppers, MD, PhD.

Bakteri, jamur, dan virus yang sehat atau mikrobioma dalam usus juga berperan dalam interaksi stres-usus.

Mikrobioma tidak hanya membantu mencerna bahan makanan dan meningkatkan kekebalan tubuh, mereka juga membantu menghasilkan senyawa yang mengatur suasana hati seperti serotonin.

Ketika kamu mengalami stres hebat, mikrobioma dapat terpengaruh dan itu tidak akan bisa berfungsi dengan baik.

Baca juga: Turunkan Stres, 5 Makanan Berikut Bantu Mood Tetap Terjaga

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau