KOMPAS.com - Depresi bisa diderita oleh siapa saja, termasuk remaja. Hanya saja, gejala depresi pada remaja bisa berbeda dengan gejala yang dialami orang dewasa.
Dilansir dari Healthline, hal ini bisa disebabkan karena remaja menghadapi tantangan sosial dan perkembangan yang berbeda, seperti tekanan dari lingkungan terdekat, perubahan hormon, dan tubuh yang berkembang.
Depresi pada remaja juga dapat diasosiasikan dengan beberapa hal, seperti tingginya kadar stres, kecemasan, dan bunuh diri.
Selain itu, depresi juga dapat berdampak pada aspek-aspek dalam kehidupan remaja berikut, yang dapat berujung pada isolasi sosial dan masalah lainnya.
Lalu, perlu diingat bahwa depresi merupakan kondisi medis yang memerlukan penanganan serius, bukan sekadar dihibur.
Baca juga: 10 Tips Self Healing untuk Mengurangi Depresi, Generasi Z Wajib Tahu
Gejala depresi pada remaja terkadang bisa sulit dideteksi oleh orangtua.
Apalagi, terkadang gejala depresi pada remaja ini sering disalahartikan sebagai perasaan biasa yang dialami oleh anak remaja yang baru memasuki masa pubertas.
Adapun menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), gejala depresi pada remaja meliputi:
Namun perlu diperhatikan, beberapa gejala ini tidak selalu menjadi indikator depresi. Sebab, perubahan nafsu makan terkadang merupakan hal normal karena remaja ada dalam masa pertumbuhan, apalagi jika anak senang berolahraga.
Namun tetap saja, orangtua perlu memperhatikan perubahan perilaku pada anak remajanya untuk membantunya jika ia benar-benar depresi.
Menyakiti diri sendiri
Selain gejala di atas, terkadang perilaku menyakiti diri sendiri, seperti menyayat atau membakar kulit bisa jadi gejala depresi.
Perilaku ini memang jarang terjadi pada orang dewasa, meski sangat umum terjadi pada remaja.
Biasanya. Perilaku ini tidak bertujuan untuk benar-benar mengakhiri hidup, namun tetap perlu dianggap serius.
Untungnya, perilaku ini biasanya bersifat sementara dan umumnya berakhir saat remaja mulai mampu mengontrol impuls dan coping skill (kemampuan menghadapi masalah) yang lebih baik.
Baca juga: Depresi pada Ayah Bisa Menurun ke Anak, kok Bisa?