Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nita Trismaya
Dosen

Akademisi/Antropolog Kebaya

Kebaya Indonesia dalam Diskursus Orisinalitas Budaya

Kompas.com - 31/08/2023, 16:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBINCANGKAN kebaya sesungguhnya membincang pula diskursus orisinalitasnya sebagai entitas budaya Indonesia.

Orisinalitas dalam KBBI diartikan sebagai keaslian; ketulenan, maka kebaya yang direlasikan dengan orisinalitas berarti sebuah produk budaya asli Indonesia.

Berdasarkan catatan ilmiah ataupun sumber literatur, sejauh ini belum ada yang mendukung asumsi tersebut sebagaimana pernah menjadi klaim sebagian pihak yang mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO dalam mekanisme single nomination.

Argumennya bahwa kebaya adalah budaya luhur milik anak bangsa dan ciri khas perempuan Indonesia di ranah internasional sejak masa silam.

Berdasarkan sumber-sumber yang ada, asal muasal kebaya di Indonesia memiliki beragam versi yang mengungkap adanya pengaruh budaya Cina dan Islam (Arab dan India), juga Eropa yang memiliki cara berpakaian lengkap (menutup tubuh atas dan bawah).

Biranul Anas dalam Kebayaku (Suryawan, 2014) berpendapat bahwa kebaya berasal dari bahasa Arab "habaya" atau "abaya" (pakaian labuh berbelahan depan). Namun tidak menemukan catatan tertulis tentang kebaya ataupun baju kurung yang besar kemungkinan lahir dari adanya kegiatan perdagangan dengan bangsa Arab, Cina, dan India (Muslim Gujarat) yang memberi pengaruh dalam tata busana.

Pendapat lain mengklaim kata cambaia, nama kota di India Selatan yang di abad pertengahan terkenal sebagai pusat industri tekstil masa abad pertengahan yang menghasilkan kain muslin, yang kemudian banyak dipakai untuk kebaya sehingga kata cambaia pun berangsur berubah menjadi kata kebaya.

Pandangan lain mengisahkan kebaya lahir di Jawa yang kemudian menyebar dan berkembang ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Dengan terjadinya hubungan dagang pada masa Majapahit abad ke-7, melahirkan pengaruh budaya berpakaian di daerah lain.

Ria Pentasari (2007) mengemukakan tentang kebaya yang berkaitan dengan pakaian panjang perempuan masa dinasti Ming di Tiongkok yang menyebar ke Asia Selatan dan Tenggara abad ke-13 sampai ke-16 melalui penyebaran penduduk dari wilayah Tiongkok ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi.

Pada masa penyebaran agama Islam, kebaya menjadi busana yang populer dan menjadi simbol status dilihat dari dokumentasi lama Kerajaan Islam Cirebon, Surakarta dan Yogyakarta yang menunjukkan penggunaan kebaya yang dipadu dengan kain batik (jarik) sebagai bawahan oleh keluarga kerajaan.

Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) tidak banyak menemukan catatan sejarah Nusantara yang menyebutkan budaya berpakaian yang menjadi cikal bakal pakaian daerah.

Lombard memang menemukan data adanya pakaian dengan teknik jahit berupa pantalon untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan sejak abad ke-15 sampai abad ke-16. Namun belum ada yang dapat menggambarkan secara utuh transformasi dari sehelai kain menjadi pakaian.

Orisinalitas dalam pakaian tradisional sebuah etnis, ras maupun bangsa, dikaji lebih jauh melalui beberapa temuan penelitian yang diungkap Eicher dalam Anthropoly of Dress (2000), antara lain Shelag Weir yang meneliti di wilayah Jaffa, Palestina.

Ia menyebut asumsi "one village, one style" tidak sepenuhnya benar dikarenakan terjadinya perubahan dalam pakaian tradisional masyarakat lokal akibat pengaruh berbagai nilai dari luar yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri.

Dengan demikian, ciri khas yang membedakan pakaian tradisional dan pakaian modern pada dasarnya bersifat cair. Setiap wilayah saling berinteraksi dan saling memberi pengaruh dalam budayanya masing-masing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com