Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/09/2023, 19:29 WIB
Putri Aulia,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jika kamu adalah seorang perokok namun sedang dalam masa kehamilan, sebaiknya pertimbangkan soal konsekuensi apa yang akan terjadi terhadap bayi dalam kandungan.

Merokok selama kehamilan bukan hanya masalah biasa, ini adalah keputusan hidup atau mati bagi bayi yang telah ditunggu-tunggu kelahirannya.

Ibu yang merokok selama kehamilan, bahkan hanya sebatang rokok sehari akan meningkatkan risiko keguguran, atau kematian bayi mendadak yang tidak terduga (SUID).

Menyalakan sebatang rokok sa a saja membuka dan melepaskan lebih dari 7.000 bahan kimia, termasuk beberapa di antaranya beracun seperti zat kimia yang ditemukan dalam racun tikus, penghapus cat kuku, cairan pembalseman, dan insektisida.

Racun yang kita hirup dari sebatang rokok akan terbawa ke aliran darah dan ke janin yang sedang tumbuh.

Baca juga: Susah Berhenti Merokok? Cobalah Tinggal Dekat Ruang Terbuka Hijau

Berikut dampak merokok saat hamil.

  • Menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang sampai ke janin. Ini dapat memperlambat pertumbuhan dan perkembangan janin.
  • Mempercepat denyut jantung janin yang dapat menjadi tanda gawat janin.
  • Meningkatkan risiko kelahiran prematur atau melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yang dapat menimbulkan tantangan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.
  • Merusak paru-paru bayi. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan di masa depan dan kondisi pernapasan kronis seperti asma.
  • Meningkatkan risiko bibir sumbing atau celah langit-langit, celah pada bibir bagian atas pada bayi. Masalah makan, pendengaran, dan bicara adalah hal yang umum terjadi pada anak-anak yang lahir dengan sumbing.

Lalu bagaimana dengan vape? Apakah vape aman digunakan saat hamil?

Meskipun aromanya mungkin terasa manis, jangan terpedaya oleh rokok elektrik dan vaping.

Kabut aerosol yang dihasilkannya mengandung nikotin dan zat-zat berbahaya lainnya yang dapat membahayakan kesehatan, terutama selama kehamilan dan setelah kelahiran.

Nikotin dalam rokok elektrik dapat merusak otak dan paru-paru bayi yang sedang berkembang.

Penelitian masih terus dilakukan mengingat rokok elektrik masih relatif baru, tetapi temuan awal menunjukkan dampak negatif terhadap kesehatan yang serupa dengan rokok tradisional.

Bahaya merokok di sekitar bayi

Asap dari rokok yang terbakar mengandung zat berbahaya, seperti nikotin, tar, karbon monoksida, dan zat-zat jahat lainnya.

Bayi yang menghirup asap rokok yang beracun ini dapat mulai mengalami penurunan kapasitas paru-paru dan juga berisiko lebih tinggi mengalami sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).

Dalam jangka panjang, berpotensi memiliki peningkatan risiko kanker paru-paru, penyakit jantung, emfisema, alergi, asma, dan masalah kesehatan lainnya. Mereka juga cenderung memiliki masalah belajar dan perilaku.

Baca juga: Anak-anak Indonesia Terjerat Bahaya Rokok

Lebih dari itu, bayi yang terapapar asap rokok lebih sering pilek, bronkitis dan pneumonia,  batuk kronis, infeksi telinga hingga tekanan darah tinggi.

Asap rokok tetap menjadi bahaya bahkan setelah asapnya menghilang. Perokok pasif adalah sebutan yang diberikan untuk orang-orang yang terpapar residu rokok. Asap ini menempel pada furnitur, karpet, dinding, pakaian bahkan debu.

Menurut American Academy of Pediatrics, sampah sisa asap ini mengandung lebih dari 250 bahan kimia.

Bahkan, anak-anak dapat terpapar asap ini hanya dengan digendong dan dipegang oleh seseorang yang memiliki residu asap rokok di pakaian atau kulit mereka.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com