Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/09/2023, 19:18 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Tinung Rambu berarti tenun yang dibuat oleh perempuan. Tinung dalam bahasa Sumba berarti tenun, dan Rambu adalah perempuan. Nama inilah yang dipilih Stephanie Saing saat memulai kerjasama dengan para penenun di Nusa Tenggara Timur.

Awalnya Stephanie tidak memiliki niatan bisnis. Ia hanyalah orang yang menyukai kain. Sejak jaman kuliah di ITB, dirinya sudah kerap mencari kain-kain daerah saat bepergian bersama Mapala atau mahasiswa pecinta alam.

Hobi itu makin menjadi-jadi setelah Stephanie menyelesaikan sekolah S3 Pertambangan di Jepang dan memiliki uang sendiri untuk membeli kain dari berbagai tempat di Indonesia.

Setelah beberapa kali membeli kain dari pembuatnya, namanya pun dikenal oleh para penenun, yang kemudian kerap menawarkan kain buatan mereka padanya.

"Banyak penenun kemudian menawarkan kain pada saya saat mereka butuh uang. Ada yang karena keluarganya sakit, karena perlu untuk biaya sekolah, bahkan ada yang mengaku tidak punya uang untuk makan," papar Stephanie saat Kompas.com berkunjung ke rumahnya di kawasan Serpong, Senin (4/9/2023).

Namun lama-lama pengrajin yang menawarkan kainnya makin banyak dan makin sering. Meskipun memiliki penghasilan sebagai konsultan pertambangan, Stephanie merasa kewalahan juga.

Ia pun mencari cara bagaimana bisa tetap membantu para penenun, melalui karya mereka. Maka pada tahun 2019, Stephanie memulai Tinung Rambu, wadah untuk memasarkan kain-kain dari para penenun yang selama ini kesulitan menjual karya mereka.

Pesta adat di Mandeu, Kecamatan Belu, Pulau Timor sebagai ungkapan syukur bahwa kain dari daerah itu dipakai Ibu Negaradokumen pribadi Stephanie Saing Pesta adat di Mandeu, Kecamatan Belu, Pulau Timor sebagai ungkapan syukur bahwa kain dari daerah itu dipakai Ibu Negara
Nama Tinung Rambu diambil karena Stephanie memulainya di Sumba Timur, tempat di mana ia pertama kali mengambil kain-kain tenun.

Di sana ia bekerjasama dengan kelompok penenun untuk membuat kain Pahikung sesuai dengan permintaan pasar agar lebih mudah dijual.

"Kami tidak mengubah motif, hanya mengubah tata letaknya. Biasanya kan motif ada di tengah, lalu bagian pinggir ada dekorasi berupa garis-garis. Nah saya tanya bisa nggak motifnya dipenuhi, tanpa ada dekorasi di pinggir," cerita Stephanie.

Menurutnya dengan pola tersebut, pembeli --terutama di Jakarta-- akan lebih mudah membuatnya menjadi busana atau aksesoris seperti tas, tanpa harus membuang bagian pinggirnya.

"Kita untuk memotongnya juga menjadi mudah karena bisa mendapatkan semua motif, tanpa harus membuang bagian lain dari kain," ucap Stephanie.

Dari situlah para penenun mulai mendapatkan penghasilan rutin karena Tinung Rambu selalu membayar kain yang mereka bikin.

"Saya tidak menjanjikan kamu akan menjadi kaya raya ya, tapi setidaknya kamu tidak akan kelaparan, dan akan punya uang untuk sekolah atau berobat," ujar Stephanie mengulangi kalimat pada para mitranya.

Tenun Timor

Mencari warna alam di Mandeu, Kabupaten Belu, Timor Mencari warna alam di Mandeu, Kabupaten Belu, Timor
Usaha Tinung Rambu rupanya tidak berhenti di Sumba saja. Karena Stephanie adalah penyuka kain, ia juga tergerak untuk mencari kain-kain yang indah, dan hal itu ditemukannya pada kain Timor.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com