KOMPAS.com – Percaya pada orang asing di media sosial bisa menjadi awal dari jebakan love scamming.
Menurut Psikolog Mira Damayanti Amir, S.Psi, kepercayaan yang muncul di ruang digital sering tidak disertai penilaian menyeluruh terhadap karakter asli lawan bicara.
“Relasi yang dibangun secara online membuat kita hanya mengenal versi yang ditampilkan. Kita tidak bisa membaca ekspresi, bahasa tubuh, atau konteks yang lebih luas,” ujar Mira saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/6/2025).
Hal ini membuat seseorang cenderung mengisi celah informasi dengan asumsi positif, terutama jika merasa nyaman secara emosional dengan komunikasi yang dibangun.
Baca juga: 6 Cara Mencegah Love Scamming, Batasi Informasi Diri di Media Sosial
Mira menjelaskan, ada kondisi psikologis yang membuat seseorang menjadi lebih mudah percaya, salah satunya adalah kesepian emosional, meski tampak aktif secara sosial.
“Kadang seseorang terlihat kuat dari luar, tapi merasa kosong secara emosional. Ini yang jadi celah bagi pelaku untuk masuk,” katanya.
Kondisi ini dikenal dengan istilah urban loneliness, yang kerap dialami oleh individu yang tinggal di kota besar, dikelilingi banyak aktivitas, tapi minim interaksi bermakna.
Di sisi lain, manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan akan afeksi, yakni rasa dihargai, diperhatikan, dan dicintai.
Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi dalam lingkungan sehari-hari, perhatian dari orang asing di media sosial bisa terasa sangat berarti.
“Relasi itu seperti nutrisi bagi jiwa. Kalau kita kekurangan, perhatian dari orang asing pun bisa terasa sangat tulus, padahal mungkin manipulatif,” kata Mira.
Baca juga: Kasus Love Scamming di Media Sosial, Kenali Modus dan Polanya
Mira menjelaskan, seseorang yang sedang mengalami tekanan psikologis seperti kesepian, kebutuhan validasi, atau kehilangan rasa aman, bisa secara tidak sadar menurunkan kemampuan berpikir kritisnya.
“Saat sedang butuh validasi atau merasa down, kita cenderung ‘meng-off-kan’ logika. Ini alamiah, karena emosi yang mengambil alih,” ujarnya.
Akibatnya, seseorang jadi lebih mudah menerima informasi sepihak, mengabaikan red flag, dan langsung percaya pada cerita yang disampaikan oleh akun asing.
Hal ini diperparah oleh interaksi digital yang bersifat instan dan personal, seperti komunikasi intens melalui DM Instagram atau WhatsApp, yang menciptakan ilusi kedekatan.
Baca juga: Staf Presiden Prabowo Jadi Korban Love Scamming, Ini Penyebabnya Menurut Psikolog
Mira mengingatkan, relasi digital bukan hal tabu, namun penting untuk selalu menggunakan logika dan tetap waspada saat membangun hubungan di media sosial.
Beberapa tips agar tak tidak terjebak love scamming, menurut Mira, antara lain:
“Percaya itu penting, tapi jangan sampai membuat kita menutup mata pada kenyataan,” ujar Mira.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang