Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Tips Menjaga Keselamatan Ketika Mendaki Gunung Berapi

KOMPAS.com - Mendaki gunung sudah menjadi hobi tersendiri bagi sebagian besar orang, apalagi banyak gunung di Indonesia.

Salah satu gunung yang menjadi tujuan populer para pendaki adalah Gunung Merapi yang berada d bagian tengah pulau Jawa.

Gunung ini memiliki ketinggian 2.930 meter dan merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia.

Namun, status Merapi yang merupakan gunung aktif ini tidak menghentikan semangat para pendaki untuk menaklukannya.

Risiko terjatuh, terluka, atau meninggal ketika mendaki gunung berapi aktif sangatlah besar.

Oleh karena itu, butuh pertimbangan dan persiapan yang cermat sebelum mendaki.

Hal terpenting adalah menyiapkan fisik dan peralatan untuk perjalanan dan mencari banyak informasi sebelum mendaki.

Ini penting dilakukan karena kondisi alam tak bisa diprediksi.

Dilansir dari laman South Morning China Post, berikut enam tips yang harus dilakukan ketika mendaki gunung berapi.

1. Lakukan penelitian

Rosaly Lopes, ilmuwan senior di Nasa Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California, menyarankan agar kita mencari informasi sebanyak mungkin sebelum mendaki.

Kita bisa mencari informasi tentang tipe erupsi pada gunung yang akan kita daki.

Ini sangat berguna untuk menentukan tingkat bahaya yang akan kita hadapi.

Misalnya, erupsi hawaiian dan stromboli dengan aliran lava yang lembut dan letusan sedang, adalah jenis erupsi yang berbahaya untuk disaksikan.

Sementara itu, tipe letusan Plinian (serupa dalam skala terhadap letusan Gunung Vesuvius di 79AD) bersifat sangat merusak.

Lalu, seperti yang terjadi pada Gunung Merapi hari ini, adalah tipe letusan freaktif.

Letusan ini terjadi akibat dorongan tekanan uap air yang terjadi akibat kontak massa air dengan panas di bawah kawah Gunung Merapi.

Tipe letusan ini tergolong berbahaya jika berada pada radius tiga kilometer dari puncak kawah.

"Berhati-hatilah. Tidak ada dua gunung berapi yang sama, bahkan jika mereka diklasifikasikan sebagai jenis yang sama," papar Rosaly Lopes.

Ia menyarankan agar kita mencari informasi yang mencakup aktivitas gunung berapi sebelum dan sewaktu kita mendaki.

Cari tahu apakah tujuan gunung berapi yang akan kita daki secara teratur dipantau oleh para ilmuwan dari universitas terdekat.

Selain itu, para ahli dan pemandu lokal dapat memberikan rincian yang sangat berharga yang mungkin tidak kita temukan di buku panduan umum.

Kita juga harus melihat peta yang menunjukkan jalan atau medan menuju puncak gunung yang akan kita daki.

Kita harus memeriksa ketersediaan rute darurat, lokasi posko keselamatan dan layanan tim SAR.

Menurut Rosaly Lopes, kita harus menentukan peralatan dan pakaian berdasarkan jenis material yang kemungkinan besar dikeluarkan oleh gunung tersebut.

Tentukan juga potensi jarak kita dengan terjadinya letusan.

Jika kita mendaki di medan vulkanik yang kasar dan rapuh, Rosary Lopes menyarankan kita agar memakai celana panjang, sepatu hiking, dan sepasang sarung tangan kulit.

Topi keras atau helem dan kacamata pelindung juga sangat disarankan ketika mendaki gunung dengan tipe letusan stromboli, seperti gunung Raung dan Sinabung.

3. Persiapkan masker gas

Ingrid Smet, ahli geologi dan koordinator tur di Volcano Adventures, menyarankan membawa masker gas saat mendaki gunung yang memiliki fumarol.

Fumarol merupakan lubang di dalam kerak bumi yang melepaskan gas beracun dan uap - seperti yang ada di gunung Nyiragongo di Kongo.

"Meskipun tidak mengalami erupsi, gunung berapi kemungkinan besar tetap memproduksi gas atau banyak fumarol," ucap Rosary Lopes.

Lava yang memasuki laut, seperti yang umum di Hawaii, dapat menghasilkan awan uap yang mengandung asam klorida.

Menghirup asap ini dapat menyebabkan masalah pernapasan, mata dan iritasi kulit. Angin dapat berubah arah dengan cepat.

Jika kita terjebak dalam atmosfer vulkanik yang berbahaya tanpa membawa masker gas, Rosary Lopes menyarankan untuk mengikat kain basah di atas hidung dan mulut.

4. Patuhi tanda-tandanya

Jangan pernah berada di luar pembatas kawah dan patuhi tanda-tanda area terlarang.

September lalu, satu keluarga meninggal ketika mengunjungi kawah gunung berapi Solfatara di Pozzuoli, Italia.

Mereka meninggal karena seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun berjalan melewati penghalang dan jatuh ke dalam kawah.

Jika kita tak yakin pagar pembatas tidak kuat untuk menjadi pijakan, coba injak dengan hati-hati.

Waspadalah terhadap berat yang kita tanggung pada setiap kaki.

Semburan eksplosif di dalam ventilasi utama gunung berapi dapat menembakkan ledakan magma ke udara.

Ledakan ini disertai dengan suara yang keras dan bergemuruh, serta semburan api dari abu yang berjatuhan.

Situasi semacam ini memang menyenangkan untuk disaksikan.

Tapi, perlu diingat bahwa aktivitas gunung berapi tak bisa diprediksi, tidak ada standar yang ditetapkan untuk jarak aman dari letusan.

Oleh karena itu, kita harus memperhatikan arah dan jangkauan ledakan.

Jika kita tak memiliki banyak waktu untuk lari menghindari ledakan, sebaiknya kita berlindung di bawah batu gundukan atau batu besar.

Kita juga harus menutupi kepala dengan ransel saat tak membawa helm atau topi keras.

"Berlari disarankan hanya ketika terjadi ledakan kecil dan kamu dapat berlari lebih cepat dari kecepatan ledakan," katanya.

6. Hati-hati dengan aliran lava

Untuk melihat jejak-jejak letusan gunung, kita bisa mengunjungi tempat wisata tertentu.

Misalnya, Museum Jaggar di Amerika untuk melihat jejak letusan gunung Hawai atau Museum Gunung Api Merapi di Jogjakarta.

Namun, ada beberapa orang yang memiliki keberanian besar untuk melihatnya secara langsung.

"Selalu pastikan kepada petugas sebelum mendaki menuju aliran lava," kata Jessica Ferracane, spesialis urusan publik di Hawaii Volcanoes National Park.

Jessica menyarankan agar kita memeriksa situs resmi taman nasional atau pusat penelitian untuk mendapatkan info terkini.

Rosaly Lopes juga menceritakan pengalaman pahitnya saat mendaki gunung berapi aktif.

Ia pernah menjelajahi gunung berapi aktif yang harus melewati kawasan dengan sekawanan anjing galak dan para petani yang membawa senjata.

"Ada kalanya tempat itu sendiri lebih berbahaya daripada gunung berapi," katanya.

Sementara menurut Erfurt-Cooper, akses yang aman bisa menjadi masalah di daerah terpencil, seperti Kamchatka di Timur Jauh Rusia, Aleutia atau Gunung Erebus.

"Kadang-kadang, gunung berapi bisa menjadi tidak aman karena kerusuhan politik," paparnya.

Saat ini ada sekitar 1500 gunung berapi aktif di dunia. Laman BBC pada tahu  2017 melaporkan adanya 127 gunung berapi di Indonesia.

Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geolog (PVMBG) membagi 127 gunung api di Indonesia atas tiga kategori.

Kategori pertama 69 gunung yang aktif dan meletus paling tidak satu kali sejak tahun 1600.

Kategori kedua adalah yang aktif namun tak meletus sejak abad 16.

Sementara itu, kategori ketiga merupakan gunung aktif di bagian fumarol atau lubang di dalam kerak Bumi yang terdapat di sekitar gunung berapi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/05/11/184710320/6-tips-menjaga-keselamatan-ketika-mendaki-gunung-berapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke