Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Amankah Menyantap Serangga sebagai Camilan?

KOMPAS.com - Mengonsumsi serangga mungkin menjadi hal yang tak lazim. Tapi, warga di beberapa daerah di Indonesia justru mengonsumsi hewan avertebrata ini sebagai camilan atau makanan pokok.

Di kawasan Gunung Kidul, misalnya, kita bisa menemukan orang-orang yang menjajakan belalang goreng di sisi jalan.

Bahkan, saat musim tertentu, masyarakat setempat juga mengolah ungkrung atau kepompong pohon jati menjadi pepes atau ditumis menggunakan cabai rawit.

Ulat sagu yang menjadi salah satu binatang khas Provinsi Papua juga kerap disantap masyarakat setempat.

Hewan berbentuk tambun, lembek, dan sedikit kenyal ini juga seringkali dikonsumsi hidup-hidup.

Serangga di beberapa negara juga sering menjadi camilan. Seperti di Meksiko, cacing merah agave dan cacing tequila menjadi santapan populer.

Rasa yang pedas saat digigit membuat masyarakat setempat kerap menjadikan serangga ini sebagai topping pizza.

Menariknya, hewan ini juga kerap digunakan untuk tambahan tequila karena menambah kenikmatan untuk alkohol.

Di India, telur semut merah dikonsumsi oleh suku-suku asli di Timur Laut, begitu juga dengan leta atau larva ulat sutera.

Serangga tersebut bahkan telah menjadi makanan pokok Suku Bodo dari Assam, India. Anggota suku-suku ini juga mengonsumsi ulat, rayap, belalang, jangkrik dan kumbang.

Namun, apakah mengonsumsi serangga ini baik untuk kesehatan?

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)  menyatakan, serangga kaya akan serat dan protein. Hewan ini sangat bagus untuk kesehatan manusia.

“Serangga kaya akan protein dan dengan demikian dapat digunakan sebagai pengganti protein,” Papar Arup Kumar Hazarika, profesor di Cotton College, Guwahati, India.

Menurut dia, serangga juga mengandung mikro dan makronutrien tertentu yang tidak ditemukan pada daging lain.

Namun, mengonsumsi serangga masih masih belum dianut secara luas dan dianggap tabu.

Dr Priyanka Rohatgi, selaku ahli gizi, serangga memiliki kandungan kalori 115-150 miligram dan memberi asupan zat gizi mikro untuk tubuh.

Serangga juga tak mengandung karbohidrat kompleks yang tinggi, sehingga sangat cocok untuk dimasukan dalam program diet.

Bukan hanya menambah keragaman kuliner, serangga juga bisa mengatasi kelaparan global.

Pembudidayaan serangga juga tergolong mudah, hanya memerlukan wadah dengan penutup, sedikit air dan pakan.

Selain itu, budidaya serangga juga tergolong murah dan tak membutuhkan banyak ruang.

Namun, serangga bisa menjadi sumber makanan kaya protein, sehat dan murah untuk keluarga.

FAO juga mengklaim serangga sama atau bahkan lebih bergizi dari daging yang biasa kita konsumsi, seperti daging sapi. 

Dilansir laman Hello Sehat, kandungan rendah lemak dari serangga telah menyebabkan beberapa peneliti, menyarankan mengklaim konsumsi serangga sebagai cara efektif untuk memerangi obesitas dan penyakit terkait.

PBB juga mengatakan makan serangga dapat membantu memerangi kekurangan gizi yang banyak tersebar luas di negara berkembang.

Menurut laporan FAO, serangga memiliki komposisi gizi, aksesibilitas, teknik pemeliharaan yang sederhana, dan tingkat pertumbuhan yang cepat.

Inilah yang menjadikan serangga sebagai alternatif murah dan efisien untuk melawan fenomena kurang gizi.

Bahkan, budidaya serangga dapat meningkatkan mata pencarian dan kualitas makanan tradisional.

Organisme ini juga menghasilkan emisi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Insektivora ini juga tidak membutuhkan banyak tanah untuk tumbuh.

Banyak serangga yang dapat mengonsumsi limbah pertanian, yang secara tidak langsung membantu untuk kebersihan lingkungan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/09/25/180000820/amankah-menyantap-serangga-sebagai-camilan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke