Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keluarga asal Beijing Menikmati Terjebak di Pulau Selama Lockdown

Yang (33), warga Beijing, memilih Pulau La Digue, pulau terbesar ketiga di Seychelles, negara kecil di Samudra Hindia, Afrika Timur. Pada awalnya liburan Yang dan keluarganya memang diperpanjang karena kesehatan sang ibu kurang baik.

Kemudian, durasi liburannya diperpanjang lagi karena bandara di Seychelles ditutup untuk mencegah penularan virus corona. Mereka pun terjebak di pulau itu sampai saat ini.

Dalam liburan itu Yang mengajak ibu, kakak perempuan dan keponakannya menikmati La Digue yang memiliki cuaca nyaman, hutan rimbun, dan pantai berpasir putih.

“Kami bangun jam 7.30 pagi, memasak dan sarapan. Setelahnya kami semua akan menghabiskan waktu di pantai selama dua jam, memberi makan kura-kura raksasa Aldabra dan menikmati ombak,” kata Yang.

Setelah beristirahat di siang hari, mereka akan bermain lagi ke pantai sambil menunggu matahari terbenam di Samudera Hindia.

Kemudian kasus pertama Covid-19 dilaporkan di Seychelles pada 14 Maret. Pemerintah setempat pun menerapkan kebijakan social distancing, menutup sekolah dan toko-toko, serta melarang orang asing masuk dan keluar dari negara tersebut.

Pantai juga ditutup mulai awal April dan hal itu membuat Yang dan keluarganya frustasi. Namun, mereka berusaha menikmati hari-hari di villa dua lantai seluas 200 meter persegi dengan halaman rumput dan hamparan pasir.

“Kami main tenis dan voli di halaman. Ibu santai menonton drama China. Aku belajar bahasa Perancis, salah satu bahasa resmi di Seychlles. Sekarang bahasa Perancisku cukup baik untuk percakapan sehari-hari,” ujarnya.

Keliling dunia

Yang memang orang yang senang traveling. Ia berhenti bekerja dari kantornya, sebuah perusahaan IT di Beijing lalu melakukan perjalanan ke India, Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Utara.

Setelah mengunjungi hampir semua negara di Amerika, ia memutuskan untuk mengajak keluarganya berlibur ke Seychelles.

“Saya ingin menghabiskan waktu bersama mereka selama festival musim semi. Kini saya berencana untuk kembali ke Beijing dan tinggal di sana selama 2020,” katanya.

Rencana kepulangannya ke China juga didasari karena obat diabetes ibu Yang mulai habis dan juga anggaran liburan mereka.

“Untunglah pemilik rumah sangat baik. Mereka mengurangi biaya sewa,” katanya.

Biaya hidup di pulau itu, menurut Yang, yang dibagi dua dengan kakaknya, termasuk sewa rumah, sekitar 20.000 yuan atau sekitar Rp 40 juta.

Masih menunggu

Kini Yang masih menunggu kebijakan otoritas setempat untuk membuka kembali bandara.

“Perubahan kebijakan dalam imigrasi membuat emosi kami naik turun seperti roller coaster. Beberapa hari lalu kami berharap bandara dibuka, tapi kemudian penerbangan dibatalkan lagi,” katanya.

Ia menyadari selama terjebak di pulau itu emosinya tidak stabil karena banyak hal yang berada di luar kendalinya.

“Kini kami mencoba tenang dan mencoba sebaik mungkin untuk tetap sehat fisik dan mental,” katanya.

Salah satu cara membuatnya tetap optimis adalah membuat jurnal harian. Ia merekam pengalamannya dan membagikannya lewat media sosial, sekaligus berbagi kabar ke teman-teman dan keluarganya di China.

Pada akhir April, ia membagikan video pendeknya ke Weibo, semacam akun Twitter versi China, dan menjadi viral. Unggahannya di Weibo telah dilihat lebih dari 100 juta kali. Ia menerima banyak pujian dan dukungan.

Foto-foto dan video yang menggambarkan keindahan pulau La Digue juga dianggap berhasil mempromosikan Seychelles yang memang kurang dikenal oleh para pelancong China.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/13/182949520/keluarga-asal-beijing-menikmati-terjebak-di-pulau-selama-lockdown

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke