Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Merek yang Akan Bertahan di Industri Fesyen Pasca Pandemi?

KOMPAS.com - Pernyataan bangkrut merek pakaian AS Brooks Brothers baru-baru ini membuat dunia fesyen tersentak.

Brooks Brothers, yang dikenal pernah membuatkan setelan untuk 41 dari 45 Presiden AS mengalami krisis keuangan akibat pandemi Covid-19.

Krisis diperparah karena ada pergeseran tren busana kerja dari pakaian resmi menjadi lebih kasual, seperti dilaporkan The Sydney Morning Herald.

Tahun 2020 memang merupakan masa-masa yang sulit bagi industri fesyen. Label seperti Seafolly, G Star RAW, True Religion, dan Bardot, juga memilih opsi voluntary administration.

Voluntary administration adalah proses di mana perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan atau bangkrut dipegang oleh pihak independen yang dapat memberi solusi terbaik untuk pemilik bisnis dan kreditor.

Di saat pandemi terus memperburuk ekonomi global, mayoritas konsumen tidak ingin menghabiskan uang mereka untuk membeli pakaian baru.

Pandemi juga menyebabkan berbagai peragaan busana dibatalkan, rilis musiman ditunda, rantai pasokan terganggu, dan toko-toko fisik terpaksa ditutup, serta mengubah kebiasaan konsumen.

Orang sepertinya jauh lebih tertarik untuk membeli masker wajah daripada celana denim.

Faktanya, sebagian merek sudah terpuruk sebelum pandemi. Tren mode adalah siklus yang selalu berubah, dan semakin banyak konsumen beralih ke belanja online. Sayangnya banyak merek masih memakai cara lama untuk menjangkau konsumen.

Di saat orang-orang merasa nyaman berbelanja secara online, banyak merek masih merasa perlu memberi inovasi berbasis pengalaman di toko fisik mereka, seperti dilaporkan VendHQ.

Namun metode bisnis yang menawarkan produk dan layanan kepada konsumen secara langsung dinilai tidak cocok, karena mayoritas brand tidak menyediakan pengalaman belanja yang berbeda, dan Covid-19 semakin mengurungkan niat orang untuk berbelanja di toko.

Jadi, merek fesyen mana yang bisa bertahan menghadapi pandemi pada tahun 2020?

"Bisnis dan merek pakaian resmi atau formal cenderung lebih terdampak. Orang-orang bekerja dari rumah, dan tidak banyak upacara pernikahan diadakan, sehingga kebutuhan pakaian resmi juga berkurang," kata penata gaya dan ahli busana pria Jeff Lack.

Sebaliknya, merek yang menawarkan item harian namun berkualitas dan bisa kita pakai di rumah akan memperoleh keuntungan, kata Lack.

Merek dengan metode penjualan direct to consumer seperti Everlane, Allbirds, Oliver Cabell dan Thursday Boots masih bisa berkembang dengan baik.

Model bisnis mereka yang lebih ramping menjadikan mereka dapat berinvestasi lebih banyak dalam kualitas produk, serta menawarkan harga yang kompetitif kepada pelanggan.

"Kemewahan yang terjangkau" dan bahan yang berkelanjutan atau ramah lingkungan juga sangat diinginkan oleh konsumen saat ini.

Kemudian, merek dengan konsep fast fashion cenderung tetap bertahan untuk sementara waktu.

Beberapa merek seperti Uniqlo Jepang tengah berjuang. Sedangkan raksasa Swedia H&M juga mengalami penurunan laba walau mencatat pertumbuhan substansial pada tahun 2020.

Merek-merek lain dalam segmen ini melaporkan pertumbuhan, termasuk Zara Spanyol dan ASOS Inggris.

Sama seperti metode belanja langsung di toko dengan layanan berkualitas, pengalaman pengguna saat berbelanja online juga penting.

Pengecer mewah online Mr Porter adalah satu dari sekian banyak merek yang menawarkan pengalaman belanja online dengan baik.

Situs mereka dirancang dengan indah dan sangat intuitif, yang memberikan kesan mewah sekaligus memudahkan pelanggan untuk berbelanja.

"Merek yang menawarkan pengalaman online yang hebat, bisa meningkatkan pemasaran, dan mereka yang memiliki keterlibatan media sosial yang baik akan bertahan," tutur Lack.

"Aspek komunitas sangat penting. Merek yang telah mengembangkan komunitas akan berhasil di saat pihak lain gagal karena mereka memiliki pelanggan setia."

Satu contoh lain adalah Converse. Meski merupakan merek lama warisan Chuck Taylor, Converse secara konsisten berinovasi dan bergerak seiring perkembangan zaman.

Mereka mempunyai daya tarik yang tak lekang waktu, tetapi tetap mengikuti tren fesyen, entah itu berkolaborasi dengan skater sekaligus rapper Sage Elsesser, atau desainer haute couture seperti Virgil Abloh dari Off-White dan Rei Kawakubo dari Comme des Garcons.

Alasan mengapa merek skate seperti Vans atau Converse begitu sukses, karena mereka didukung oleh komunitas yang konsisten dan loyal. Komunitas ini akan terus bertahan meski pandemi Covid-19 telah usai.

Padahal dengan adanya pandemi, semakin banyak bisnis terpaksa tutup atau harus berjuang mati-matian agar bertahan hidup.

Beberapa hal tentu tidak berubah, seperti kebutuhan akan bahan berkualitas, kesediaan menyesuaikan penawaran produk untuk mengikuti tren mode dan subkultur, kesadaran online dengan UX yang baik, dan kesadaran sosial.

Meski merupakan tantangan bagi bisnis besar dan kecil, Covid-19 bisa menjadi berkah dan memberi brand kesempatan untuk berusaha lebih baik.

Contohnya, kebangkrutan yang dialami Brooks Brothers bisa saja bukan hal buruk. Ini dapat memberi mereka waktu untuk melunasi sejumlah utang dan memperbaiki kondisi mereka.

"Kita akan melihat lebih banyak bisnis merosot, tetapi beberapa dari mereka akan kembali tahun depan," kata Lack.


https://lifestyle.kompas.com/read/2020/07/20/214611820/apa-merek-yang-akan-bertahan-di-industri-fesyen-pasca-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke