Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Orangtua, Jangan Menjadi "Toksik" bagi Anak

Anak seharusnya mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari lingkungan keluarganya.

Namun, apakah semua anak berada di keluarga yang baik dan memberi kasih sayang? Jawabannya, tidak.

Sebab, bisa jadi situasi buruk sebenarnya terjadi di rumah kita, namun tidak disadari.

Lantas, seperti apa tanda orangtua yang toksik terhadap anak? Beberapa tanda umumnya adalah sebagai berikut:

1. Sangat reaktif dan secara emosional tidak terkontrol

Orangtua yang toksik cenderung bersikap "drama" pada segala hal, bahkan untuk isu-isu kecil.

Orangtua toksik juga selalu mencari celah dan alasan untuk bersikap marah atau mencaci.

2. Kurang empati

Hampir semua orang yang toksik tidak mampu berempati kepada orang lain. Mereka hanya memikirkan tentang kebutuhannya sendiri.

Tidak hanya itu, mereka juga tidak bisa melihat bahwa yang mereka lakukan sebenarnya berbahaya atau menyakiti orang lain.

3. Senang mengontrol

Semakin toksik seseorang, semakin kuat keinginan mereka untuk mengontrol semua hal dan semua orang.

Dalam gaya pengasuhan, mereka biasanya sangat protektif dan tidak pernah mempertimbangkan apa yang diinginkan atau dibutuhkan anak.

Mereka juga sering membuat permintaan yang tidak beralasan, bahkan ketika anak sudah dewasa.

4. Senang mengkritik

Orangtua yang toksik tidak bisa melihat pencapaian anak-anaknya, walaupun si anak sudah berusaha.

Orangtua tipe ini juga sering menjatuhkan orang lain dan menganggap dirinya lebih berbakat atau berbeda dari orang lain.

5. Menyalahkan orang lain

Ketidakharmonisan, permusuhan, dan perpecahan keluarga, dianggapnya sebagai salah orang lain.

Orangtua tipe ini juga tidak mau mengambil tanggung jawab dalam semua masalah dan malah menyalahkan orang lain serta berperilaku memanipulatif.

Menghindari orangtua toksik

Dari sudut pandang orangtua, perilaku ini mungkin saja tidak disadari karena orangtua merasa apa yang dilakukan adalah yang terbaik.

Jika kita sebagai orangtua menyadarinya, segeralah mengevaluasi diri dan mulai memperbaiki relasi dengan anak.

Sementara jika kita berada pada posisi anak, mungkin selama ini kita menghindari konflik dengan orangtua.

Sebab, nilai-nilai di masyarakat masih menganut anggapan bahwa "melawan orangtua adalah dosa".

Namun, situasi tersebut --jika dibiarkan, dapat memunculkan masalah mental. Tidak menutup kemungkinan, perilaku tersebut secara tidak sadar maupun tidak akan kita teruskan pada keluarga dan anak kita kelak.

Jadi, mulailah memikirkan kebahagiaan kita sendiri, dan terimalah bahwa perilaku orangtua mungkin akan sulit berubah.

Menyadari dan menerima bahwa orangtua kita toksik dan tidak mau berubah justru bisa memberi kita kebebasan untuk mementingkan kebutuhan sendiri.

Tanamkan dalam diri bahwa kita boleh menentukan hubungan yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan emosional dan menghindari permusuhan, hal negatif, dan hal beracun lainnya.

Kita bisa saja menetapkan batasan dan meminimalisasi kontak dengan orangtua jika langkah itu dapat menghindari permusuhan dan hal negatif lainnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/07/23/092145520/orangtua-jangan-menjadi-toksik-bagi-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke