Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tes Antigen Positif, Segera Isolasi Diri, Jangan Keluyuran

Pasalnya, dalam cerita itu Reza bercerita tentang bagaimana dia gagal menyeberang ke Pulau Bali karena dinyatakan positif Covid-19 usai menjalani tes antigen.

Yang mengejutkan, keadaan itu tak mengurungkan niat dia untuk berwisata, dan lantas memilih tujuan ke Malang dan Batu, sebagai pengganti Bali.

Dalam unggahan itu, dia bahkan memamerkan foto ketika tengah berbelanja di toko oleh-oleh, sambil menceritakan bagaimana gejala Omicron yang dirasakannya ringan-ringan saja.

Sontak unggahan Reza menuai kecaman. Bahkan, pihak kepolisian turun tangan menangani unggahan itu.

Berkaca dari kasus tersebut, walau keakuratan tes antigen masih mungkin meleset, akan sangat bijaksana untuk segera mengisolasi diri bila dinyatakan positif Covid-19.

Perlu diketahui bahwa tes antigen bekerja dengan mencari protein virus, daripada materi genetik virus.

Tes antigen kemudian mencari nukleokapsid atau protein N yang berlimpah dalam sel yang terinfeksi dan membentuk kapsul pelindung di sekitar materi genetik virus.

Tes antigen mengambil sampel seseorang di selembar kertas khusus yang berisi pagar antibodi yang dirancang untuk menangkap protein virus.

Jika cukup protein yang tersangkut di media itu maka garis warna yang dapat terlihat akan muncul.

Dalam hal ini tes antigen juga dapat menyatakan seseorang kembali positif terinfeksi Covid-19 walau sudah menjalani isoman selama lima hari.

Menurut para ahli, orang itu kemungkinan besar masih membawa viral load yang cukup tinggi dan masih bisa menulari orang lain.

“Setiap kali kita positif lewat tes antigen, itu berarti kita masih memiliki tingkat protein virus yang sangat tinggi," jelas Matthew Binnicker, Direktur Virologi Klinis di Mayo Clinic.

Binnicker yang juga presiden Pan American Society for Clinical Virology menambahkan, sebagian besar ahli menafsirkan hal itu sebagai virus tingkat tinggi di hidung.

Antigen vs PCR

Di sisi lain, banyak orang sudah mengetahui bahwa tes PCR (Polymerase Chain Reaction) sangat sensitif dan mampu mendeteksi materi genetik virus.

Termasuk dapat mengambil virus mati, materi yang tidak mampu bereplikasi dan memberikan hasil positif selama berminggu-minggu setelah pemulihan.

Tetapi ahli virologi mengatakan, hal itu tidak mungkin terjadi untuk tes antigen.

Sebab tes antigen mendeteksi protein tertentu dalam virus dan hasilnya baru bisa diketahui dalam waktu 30 menit.

Pendapat lain juga disampaikan Kelly Wroblewski, Direktur Program Penyakit Menular pada Association of Oublic Health Laboratories.

Dia mengatakan, sangat kecil kemungkinan seseorang yang dinyatakan positif Covid-19 melalui tes antigen, adalah orang yang tidak menularkan virus mati dalam jumlah besar.

Ada beberapa alasan untuk hal ini:

Menurut Infectious Diseases Society of America, keuntungan utama dari tes antigen adalah alat yang digunakan agak tumpul untuk mendeteksi virus.

Oleh sebab itu, hasil positif cenderung menandakan orang tersebut memiliki viral load yang tinggi, terutama jika muncul gejala.

Kedua, dibutuhkan sejumlah besar bahan virus agar hasilnya positif pada tes antigen.

Sehingga, seseorang membutuhkan virus mati tingkat tinggi yang ada di hidung atau tenggorokan, dan biasanya itu menandakan virus hidupnya pun tinggi juga.

Ketiga, jika seseorang memiliki virus mati pada tingkat yang tinggi, kuantitas saja tidak akan cukup untuk memicu tes antigen menjadi positif.

Sebab, protein virus cenderung kehilangan bentuknya setelah melawan sistem kekebalan yang dapat membuat virus tidak terdeteksi oleh tes antigen.

Sam Dominguez, seorang dokter penyakit menular pediatrik mengatakan bahwa di dalam laboratorium, tes antigen mendeteksi sedikit virus mati.

Ilmuwan yang didanai oleh AS juga melakukan hal itu untuk memeriksa apakah tes antigen dapat mendeteksi Omicron.

Namun, lanjut Dominguez, kemungkinan virus mati untuk memicu tes antigen positif tergolong rendah, dibanding pemeriksaan laboratorium.

Kebingungan

Kebingungan seputar menafsirkan hasil tes sebagian besar berasal dari ada banyak pilihan tes yang tersedia.

Namun, tidak ada cara yang mudah untuk mengukur apakah seseorang benar-benar bisa menularkan.

“Saya berharap ada. Tidak ada tes yang kita miliki untuk memantau potensi penularan," ujar Binnicker.

Pilihan terbaik adalah mengambil sampel pasien, memasukkannya ke dalam cawan sel hidup yang berkembang, dan melihat apa yang terjadi pada sel sehat.

Jika ada virus hidup, kata Dirk Dittmer, ahli virologi di University of North Carolina-Chapel Hill, maka sel-selnya akan mati.

Tetapi proses yang rumit ini memakan waktu sekitar tiga hari, dan hanya dapat dilakukan di laboratorium yang dapat menangani patogen semacam itu, sehingga tidak praktis.

Sebaliknya, tes yang paling banyak tersedia bergantung pada metode yang sama sekali berbeda.

Tes tersebut terbagi dalam dua kategori, biasanya disebut tes molekuler dan tes antigen.

Tes molekuler, termasuk PCR, mencari bagian tertentu dari RNA virus. Dengan pengecualian beberapa opsi over-the-counter, tes diproses di lab.

Tes PCR mampu mendeteksi potongan-potongan kecil dari materi genetik virus dengan menyalin apa pun yang mengambang di sekitar sampel.

Hal itu dijelaskan oleh dr. Marie Louise Landry, Direktur Laboratorium Virologi Klinis di Rumah Sakit Yale New Haven.

“PCR dapat mendeteksi tingkat RNA virus yang sangat rendah selama berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan setelah infeksi, ketika seorang pasien tidak lagi menularkan," ujar dr. Marie.

Isolasi mandiri selama lima hari

Akhir Januari lalu, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat yang terinfeksi Omicron untuk isolasi mandiri selama lima hari jika tidak merasakan gejala.

Arahan Presiden Jokowi itu juga sama dengan rekomendasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS yang memberlakukan masa isolasi selama lima hari.

Lalu, kenapa harus isoman harus selama itu?

Terdapat sebuah studi pendahuluan yang dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Bahwa ketika pemain dan staf NBA diuji ditemukan 70 orang yang terinfeksi Omicron.

Pada hari ke-5 setelah tes positif pertama mereka, sekitar 40 persen dari mereka kemungkinan masih menularkan.

“Yang kami rekomendasikan adalah antara hari ke-5-10, kita dapat melakukan tes antigen. Jika positif, kita tetap diisolasi hingga hari ke-10,” ungkap Binnicker.

Sementara itu, Jasmine Reed dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menyarankan tes antigen dilakukan pada akhir isolasi lima hari jika gejala telah membaik.

“Jika hasil tes positif, kita harus terus mengisolasi diri hingga hari ke-10,” kata dia.

Wroblewski menambahkan, yang terpenting dari bahaya penularan adalah ketika seseorang tidak mengacuhkan kondisi orang lain.

“Kalau demam tinggi dan batuk, jangan menjenguk orang. Saya merasa seperti kita entah bagaimana melupakan bagian itu," ucap dia.

“Jangan terlalu menekankan tes dan teknologi sehingga kita melupakan  dasar: jika kita sakit, tetap di rumah.”

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/02/08/145136020/tes-antigen-positif-segera-isolasi-diri-jangan-keluyuran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke