Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Jenis Sampah Plastik yang Berbahaya bagi Kesehatan dan Lingkungan

KOMPAS.com - Mengatasi masalah sampah plastik menjadi sebuah tantangan global, tak terkecuali di Indonesia.

Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia pada tahun 2019 dengan 3,21 Juta metrik ton per tahun.

Bahkan angka tersebut diprediksi terus meningkat seiring waktu jika tidak ada upaya untuk pengurangan, daur ulang, hingga penggantian bahan plastik dengan alternatif yang ramah lingkungan menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Padahal sampah plastik termasuk salah satu jenis sampah yang memiliki dampak serius bagi kehidupan, terutama pada lima jenis sampah plastik berikut ini yang bisa memberikan dampak merugikan kesehatan dan juga lingkungan.

Jenis sampah plastik yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan

Ada beberapa jenis sampah plastik yang umum ditemui di tengah masyarakat. Sebagian besar sampah plastik dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.

"Plastik itu mengandung bahan kimia berbahaya karena selain sulit terurai, dampaknya juga buruk bagi kesehatan."

"Bahan kimia yang terkandung di dalamnya bisa berpindah ke makanan yang kita konsumsi dan berbahaya bagi tubuh. Dampak jangka panjangnya bisa memicu kanker,"

Demikian kata Ni Made Indra Wahyuni, Program Manager PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) Bali, di acara "Ban the Big 5 Education" yang digelar PPLH Bali dan Uniqlo di Gang Sari Dewi, Tonja, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (24/6/2023).

Mengingat akan dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan, penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari perlu dikurangi.

Lima jenis sampah plastik yang menjadi topik utama dari Ban The Big 5 itu pun mencakup beberapa jenis sebagai berikut.

1. Kantong plastik

Jenis sampah plastik ini yang sering digunakan saat berbelanja, umumnya terbuat dari polietilena (PE) atau polipropilena (PP).

Kantong plastik ini sulit terurai dan seringkali berakhir di lautan atau memicu masalah lain seperti banjir akibat penyumbatan saluran air.

Menurut data dari PPLH Bali, kantong plastik membutuhkan waktu 10 sampai 20 tahun masa penguraian.

2. Sedotan plastik

Sedotan plastik umumnya terbuat dari polipropilena (PP) atau polietilena (PE).

Plastik jenis ini sulit terurai secara alami dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai di alam hingga memakan waktu 20 tahun.

Terutama pada sedotan plastik sekali pakai yang menjadi fokus utama untuk dikurangi penggunaannya.

Untungnya di Bali sendiri sudah ada beberapa regulasi yang melarang penggunaan sedotan plastik dan digantikan dengan produk sedotan yang ramah lingkungan.

"Menggantikan sedotan plastik kita bisa memakai sedotan stainless steel atau dari bambu yang ramah lingkungan dan bisa dipakai berulang kali," tambahnya.

3. Styrofoam

Styrofoam biasanya terbuat dari bahan polisterena yang sangat sulit terurai secara alami.

Styrofoam yang dibuang seringkali berakhir di tempat pembuangan sampah atau di lingkungan, menyebabkan masalah polusi plastik jangka panjang.

Bahkan data dari PPLH Bali menyebut kalau wadah yang biasa dijadikan tempat makan ini terurai di alam membutuhkan waktu 450 tahun.

4. Sachet

Sampah plastik yang satu ini juga menjadi sampah yang cukup banyak ditemui di Bali.

Sachet biasanya digunakan pada kemasan banyak produk sehari-hari, mulai dari kebutuhan sanitasi seperti sampo, sabun, hingga kemasan makanan ringan dan minuman serbuk.

"Untuk mengurangi sampah sachet setidaknya kita dapat membeli berbagai kebutuhan itu dalam bentuk botol (ukuran besar)," ujar Indra.

5. Microbeads

Ini salah satu jenis sampah plastik yang jarang disadari. Pasalnya microbeads memiliki ukuran kecil dan biasanya terdapat pada produk perawatan wajah, tubuh hingga perawatan kecantikan.

"Microbeads itu bisa disebut sebagai scrub. Tanpa disadari plastik-plastik ini larut ke air dan terbuang ke sungai, mengalir ke laut dan karena berbahan plastik jadi cukup sulit terurai," tambah Indra.

Sayangnya belum ada regulasi dari pemerintah untuk menangani dampak microbeads ini sehingga berbagai produknya masih beredar luas di pasaran.

Tetapi kita dapat mengurangi dampak dari microbeads itu melalui penggunaan produk yang mengandung scrub alami.

"Misalnya kalau mau luluran, ya dicari produk lulur berbasis beras atau kopi yang lebih alami dan mudah terurai," tukas Indra.

Program Ban The Big 5 sendiri merupakan program PPLH Bali bersama Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) yang sudah digagas sejak tahun 2021.

Program ini mengajak untuk mengurangi penggunaan 5 jenis plastik sekali pakai seperti beberapa produk plastik yang sudah disebutkan tadi.

Sedangkan sasaran program meliputi berbagai kalangan masyarakat termasuk pada pemerintah, produsen, pengelola pasar, masyarakat dan anak-anak sekolah di seluruh Provinsi Bali dan Indonesia.

Sejumlah kegiatannya pun berupa advokasi, kampanye, edukasi dan pendampingan sekolah, pasar, horeka, membuat media literasi berupa video dan brosur atau poster, workshop, hingga webinar.

"Mengenai edukasi di Gang Sari Dewi yang diikuti 30 anak-anak ini pun bertujuan agar anak-anak lebih paham bagaimana tanggung jawab mereka mengelola sampah sejak dini,"

"Anak-anak juga yang paling mudah diedukasi dan diharapkan bisa menularkan semangat ini ke teman sebaya, keluarga hingga lingkungannya," tutup Indra.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/06/24/220000020/5-jenis-sampah-plastik-yang-berbahaya-bagi-kesehatan-dan-lingkungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke