Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Singapura Disebut Jadi Zona Biru Baru di Dunia, Apa Dasarnya?

Lelaki yang dilihat Buettner itu adalah jutawan bernama Douglas Foo yang mulai membangun jejaring bisnis kuliner Sakae Sushi di Singapura pada tahun 1997 saat masih berusia 28 tahun.

Dari pertemuan itu, Buettner lalu bisa menggambarkan Foo sebagai sosok yang berorientasi pada keluarga, penuh semangat, dan energik.

Foo suka berolahraga dan terlibat dalam kegiatan komunitasnya melalui pekerjaan sukarela. Lalu, yang terpenting, Foo selalu bersenang-senang saat melakukannya.

"Dia memiliki tawa, yang setiap kali dia tertawa, dia sampai menarik badannya ke belakang, membuka mulutnya lebar-lebar," kata Dan Buettner.

Oh iya, Dan Buettner adalah pendiri Blue Zones LLC, rekanan National Geographic, dan juga penulis buku.

Selama dua dekade terakhir, Buettner berkeliling dunia, meneliti kota-kota yang paling bahagia dan paling sehat.

Dia mengungkapkan kesaksian itu kepada Fortune dalam sebuah wawancara. "Kamu pasti akan merasa bahagia berada di dekat Foo," ungkap Buettner.

Selama pencariannya, dia mendapatkan pelajaran dari penduduk dan lingkungan di lima zona biru, yang menghasilkan komunitas dengan usia terpanjang di dunia.

Singapura

Setelah hampir 15 tahun tak bertambah, Buettner mengumumkan "rumah" Foo, Singapura, sebagai zona biru terbaru yang bergabung dalam daftar tersebut.

Dalam banyak hal, Foo mewujudkan etos zona biru, yang dirinci oleh Buettner dalam buku barunya, The Blue Zones: The Secrets for Living Longer.

"Dengan antusiasme yang tak terbatas dan energi yang tak tertahankan, Foo mencerminkan cita-cita Singapura untuk sukses," tulis Buettner dalam pengantar bukunya tentang Singapura.

Buettner mengingat Foo pernah berkata kepadanya, "Singapura memberikan begitu banyak hal kepada saya, dan saya belum melakukan cukup banyak hal untuk membalasnya."

Sejak awal tahun 2000-an, ketika Gianni Pes menetapkan Sardinia, Italia sebagai kota zona biru perdana, Buettner mengarahkan pandangannya untuk mencari kota lain dengan statistik dan komunitas yang serupa.

Lalu di tahun 2009, empat zona biru lainnya bergabung dalam daftar tersebut, yakni Loma Linda, California; Ikaria, Yunani; Okinawa, Jepang; dan Nicoya, Kosta Rika.

Buettner lantas menyebut Singapura sebagai “blue zone 2.0—the next frontier of aging" dalam buku barunya.

Dia menyoroti lebih dari sekadar antusiasme penduduk.

Data kesehatan, lanskap, dan insentif kebijakan telah menjadikan pulau multikultural dengan pengaruh India, Melayu, dan China ini sebagai mercusuar kesehatan dan kebahagiaan.

Buettner pertama kali tertarik dengan Singapura pada tahun 2005 ketika ia menulis liputan utama untuk National Geographic tentang kebahagiaan.

Sejak saat itu, dia bertemu dengan penduduk dan meneliti data, menganalisis metrik kesehatan di pulau ini.

"Angka harapan hidup telah meningkat 20 tahun sejak tahun 1960, dan jumlah orang yang berusia seratus tahun meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir," tulis Buettner dalam bukunya.

"Selain memiliki kepuasan hidup yang sangat tinggi, mereka juga menghasilkan populasi yang paling panjang umur dan paling sehat," kata dia.

Tidak seperti zona biru lainnya, yang metrik umur panjangnya berasal dari sejarah, budaya, dan tradisi selama bertahun-tahun, status Singapura berasal dari perubahan yang diimplementasikan dari waktu ke waktu.

"Ini adalah zona biru yang direkayasa, bukan yang muncul secara organik seperti lima zona biru lainnya," ujar Buettner.

Dia mencatat bagaimana Singapura bertransisi menjadi pusat kota dalam beberapa dekade terakhir. "Mereka telah secara nyata menghasilkan hasil yang diinginkan."

Dengan kebijakan yang bertujuan untuk membuat masyarakat tetap aktif secara lintas generasi, berjalan kaki, dan membeli makanan sehat, Singapura mewakili upaya mencapai umur panjang yang sehat.

Mari tengok apa saja yang ada di Singapura, hingga menjadikan negara ini sebagai tempat yang ramah untuk mencapai umur panjang.

Rambu-rambu yang berfokus pada pejalan kaki memenuhi kota, sehingga aman bagi orang-orang untuk bepergian dengan berjalan kaki.

Pulau ini juga menerapkan pajak untuk mobil dan bensin, sehingga uangnya digunakan untuk membangun sistem kereta bawah tanah yang kuat di mana orang-orang tinggal tidak lebih dari 400 meter dari stasiun.

Selain manfaat lingkungan dari angkutan umum, masyarakat juga mendapatkan latihan fisik dan koneksi yang dibangun dalam rutinitas mereka dengan berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum.

"Pejalan kaki lebih disukai daripada pengendara kendaraan bermotor ketika menavigasi jalan di kota," kata Buettner.

"Mereka mendapatkan 10 atau 20.000 langkah sehari tanpa menyadarinya," sebut dia.

  • Akses ke makanan sehat

Buettner kagum dengan tempat belanja makanan di Singapura.

Makanan sehat disubsidi, memberikan insentif kepada masyarakat untuk membeli makanan utuh dengan nutrisi yang melimpah daripada makanan yang diproses secara berlebihan.

Dalam skala yang sistematis, Pemerintah Singapura mengurangi jumlah gula dalam minuman manis dan menambahkan label makanan sehat pada makanan dengan kandungan gula, lemak, dan natrium yang terbatas.

"Orang-orang tanpa sadar mengonsumsi lebih sedikit gula," kata Buettner.

  • Memerangi kesepian

Sebuah kota memainkan peran penting dalam membangun rasa kebersamaan masyarakat.

"Kesepian sebagian besar merupakan fungsi dari lingkungan," kata Buettner.

"Jika kita tinggal di daerah terpencil di pinggiran kota, dan terutama jika kita tidak menyukai tetangga, sangat kecil kemungkinannya kita akan bertemu dengan seseorang dan bercakap-cakap."

Arsitektur Singapura berfungsi sebagai penangkal kesepian itu sendiri. Orang-orang tinggal di gedung-gedung bertingkat, yang mencerminkan keragaman penduduknya.

Penduduk dapat berkumpul di penjual makanan lokal, pasar, dan ruang terbuka.

"Kita berbagi meja dan berinteraksi dengan pengguna kios, berinteraksi dengan orang di sebelah kita," kata Buettner.

"Kemungkinan kita akan bertemu dengan teman lama atau mendapatkan teman baru jauh lebih tinggi," sambung dia.

Buettner menggambarkan sebuah rumah sakit di Singapura bagaikan "Resor Four Seasons".

Tata letak rumah sakit ini mencerminkan sebuah hotel mewah dengan ruang terbuka, restoran, dan kelas-kelas yang menyatukan komunitas yang lebih luas, tulisnya.

Dengan fokus untuk mengoptimalkan masa hidup para lansia dengan mencegah penyakit kronis di tahun-tahun terakhir mereka, rumah sakit yang dikunjungi Buettner memiliki program yang mengirimkan perawat ke dalam komunitas.

Mereka membantu melakukan pemeriksaan gratis dan menghubungkan pasien dengan makanan yang lebih sehat jika diperlukan.

Para pejabat juga menerapkan 'Tantangan Langkah Nasional' di mana penduduk dapat menukarkan poin dan menggunakannya di restoran dan toko-toko lokal setelah mencatat 10.000 langkah per hari.

  • Pertemuan antargenerasi

Warga Singapura mendapatkan keringanan pajak jika orangtua mereka yang sudah lanjut usia tinggal bersama atau di dekat mereka, kata Buettner.

Hal ini mendorong keluarga untuk tetap dekat dengan anak dan cucu mereka.

Proyek lain bernama Kampung Admiralty yang dikembangkan pada tahun 2018 bertujuan untuk menghubungkan para manula dengan alam dan orang-orang dari berbagai generasi.

"Fakta bahwa mereka memiliki populasi yang merekayasa kesehatan memberi kita sumber pelajaran yang harus diperhatikan oleh para pembuat kebijakan jika menginginkan populasi yang sehat dan bebas dari penyakit," ujar Buettner.

Dia juga mencatat bahwa 70 persen penduduk Singapura mempercayai pemerintah mereka.

Kampung Admiralty memiliki taman dalam ruangan, pusat pertunjukan, pujasera, apartemen, dan pusat kesehatan; panti jompo dan layanan prasekolah dibangun bersebelahan, tulis Buettner.

Ketika Buettner mencari pesaing zona biru, ia mengaku mengalami kesulitan menemukan "zona biru organik" lainnya. Di sisi lain, Zona Biru 2.0 kini siap untuk diperebutkan.

"Pelajaran besar di Singapura dalam hal terhubung secara sosial, bergerak lebih banyak tanpa berpikir," kata dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/09/01/100824820/singapura-disebut-jadi-zona-biru-baru-di-dunia-apa-dasarnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke