Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Batik Nasional: Sejarah, Pengertian, dan Keragaman Motif

KOMPAS.com - Hari Batik Nasional diperingati pada tanggal 2 Oktober setiap tahunnya.

Momen ini sering diramaikan orang-orang yang mengenakan batik dalam aktivitas sehari-hari, sekaligus menjadi cara kita dalam menghargai batik Indonesia, mengenang sejarahnya, dan merayakan batik sebagai identitas bangsa.

Lalu, sudah tahu bagaimana asal-usul, sejarah batik, pengertian, dan makna dari warisan budaya ini?

Batik dikenal luas sebagai proses membuat pola atau desain pada selembar kain menggunakan lilin (malam).

Asal-usul penamaan batik sendiri berasal dari bahasa Jawa yang disebut ambatik. Amba berarti tulisan dan nitik bermakna titik.

Jika digabungkan, maka batik memiliki makna menulis dengan lilin. Setelah motif batik ditulis menggunakan malam, kain kemudian melalui proses pencelupan untuk diwarnai dengan pewarna alam.

Menurut buku Javanese Indigo Batik: Discovering the Ancient Wisdom of the Indigo Natural-Dyeing Process karya Zahir Widadi, seniman batik, malam terbuat dari getah pohon pinus, getah damar, lilin lebah dan minyak sayur. Komposisi inilah yang menentukan kelenturan dan kehalusan dari batik tulis.

Selama prosesnya, lilin itu akan dihilangkan dengan cara direbus menggunakan air panas (ngelorod) sehingga tercipta kain dengan warna dan motif tersendiri yang menjadi ciri khasnya.

Secara keseluruhan, batik adalah seni tutup celup yang meliputi proses pemalaman (lilin), pencelupan (pewarnaan), dan pelorotan (pemanasan), hingga menghasilkan motif yang halus dan bolak-balik.

Sejarah singkat batik Indonesia

Di Indonesia, batik memiliki sejarah dan riwayat yang panjang. Pada awalnya, batik digunakan sebagai hiasan pada daun lontar yang berisi naskah atau tulisan agar tampak menarik.

Seiring perkembangan interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa asing, maka batik mulai dikenal dalam wujud kain.

Sejak saat itu, batik mulai digunakan sebagai corak kain yang berkembang sebagai busana tradisional, khususnya di kalangan ningrat keraton.

Menurut buku Batik Nusantara: Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik, karya Ari Wulandari, sejarah batik di Indonesia tak lepas kaitannya sejak zaman Kerajaan, khususnya Kerajaan Majapahit.

Hal itu dapat dibuktikan dengan penemuan arca dalam Candi Ngrimbi dekat Jombang yang menggambarkan sosok Raden Wijaya, raja pertama Majapahit di era 1294-1309, memakai kain batik motif kawung.

Sejak saat itu, kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Majapahit secara turun-temurun, kemudian berkembang ke berbagai daerah seperti di Keraton Surakarta dan Yogyakarta yang berkontribusi dalam perkembangan batik di Indonesia.

Kesenian batik juga seiring waktu semakin berkembang dan diteruskan oleh kerajaan berikutnya hingga meluas ke berbagai daerah yang lain.

Pada tahun 2009, UNESCO mengakui batik Indonesia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity (Warisan Budaya Takbenda).

Dengan demikian, batik Indonesia digolongkan bukan sebagai produk atau komoditas (tangible) melainkan sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang kaya akan simbolisme, dan aspek sosial dan spiritual.

Batik Indonesia memenuhi tiga ranah warisan budaya takbenda, yaitu berupa tradisi lisan, praktik sosial, dan keterampilan tradisional.

Tradisi dan ekspresi lisan (termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda) didasarkan pada data yang dikumpulkan dari banyak perajin batik yang telah terlibat dalam budaya batik selama beberapa generasi selama 400 tahun terakhir.

Sedangkan ranah warisan praktik sosial, kain batik telah digunakan untuk kegiatan masyarakat adat, upacara, dan perayaan adat dalam masyarakat secara turun temurun.

Kemudian, poin keterampilan tradisional memiliki cakupan yang paling luas serta meliputi keterampilan mencuci dan menyiapkan kain untuk membatik, peralatan pembuatan, menyiapkan bahan baku, teknik mencuci kain, hingga teknik membatik yang rumit.

Batik Indonesia dikenal karena ciri khas dari motifnya. Sebab, corak ragam batik atau motif mengandung makna dan filosofinya tersendiri.

Di zaman dahulu, motif batik masih didominasi oleh bentuk tanaman atau binatang yang ada di lingkungan sekitar.

Seiring perkembangan zaman, motif-motif batik berkembang menjadi motif abstrak, awan, relief candi, wayang, geomteris, dan lain sebagainya.

Jenis dan corak atau motif batik saat ini sangat beragam. Namun, di setiap daerah biasanya memiliki motif yang menceritakan budaya setempat.

Menurut laman kemenperin.go.id, beberapa faktor yang memengaruhi lahirnya motif-motif batik antara lain letak geografis.

Misalnya di daerah pesisir akan menghasilkan batik dengan motif yang berhubungan dengan kekayaan laut, begitu pula dengan daerah pegunungan akan terinspirasi oleh alam sekitarnya.

Selain itu, sifat dan tatanan kehidupan, kepercayaan dan adat, serta keadaan alam sekitar, termasuk flora dan fauna turut memengaruhi keragaman motif batik.

Berdasarkan penelitian Bandung Fe Institute dan Sobat Budaya, tercatat ada 5.849 motif batik yang tersebar di seluruh Indonesia.

Hal ini pula yang membuat wastra begitu terkait dengan warisan budaya Nusantara yang kaya.

Pada tahun 2021, Kemenparekraf juga merilis daftar motif batik paling populer di Indonesia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/02/092621620/hari-batik-nasional-sejarah-pengertian-dan-keragaman-motif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke