Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Bakal Capres Kompak Pakai Batik Parang Saat Makan Siang dengan Jokowi, Ini Maknanya

Entah kebetulan atau memang dress code yang sudah ditentukan, ketiga politikus itu kompak mengenakan batik lengan panjang bermotif parang.

Ganjar Pranowo hadir berbalut batik parang berwarna merah, yang mungkin terinspirasi warna partainya, PDI Perjuangan.

Sedangkan Anies Baswedan memakai batik parang bernuansa sogan dengan perpaduan warna hitam, cokelat tua dan putih.

Lalu Prabowo Subianto memilih batik berwarna cokelat muda, kuning dan putih, juga dengan corak yang serupa.

Masing-masing bakal capres mengenakan busana batik dengan kreasi desain dan warna yang berbeda tapi semuanya menonjolkan motif parang, yang lazim dikenal sebagai lambang pemimpin.

Keistimewaan motif batik parang yang dipakai para bakal capres

Motif parang adalah salah satu corak tertua dalam kekayaan batik di Indonesia, lahir sejak zaman Kerajaan Mataram dan terus populer sampai saat ini.

Namanya berasal dari kata pereng yakni garis-garis lengkung, berdasarkan gelombang laut yang konon merupakan inspirasi utamanya.

Garis lengkungnya dimaknai sebagai lauran yang menjadi pusat energi alam atau kedudukan raja.

Motif batik parang yang miring juga bermakna lambang kekuasaan, kebesaran, kewibawaan, dan ketangkasan pemakainya.

Namun ada juga versi lain yang menyebut jika batik parang dikembangkan dari pola bentuk pedang para ksatria dan penguasa saat berperang.

Seseorang yang menggunakan motif batik ini dipercaya mampu meningkatkan kekuatannya dan menang berperang.

Keistimewaan motif batik parang bukan hanya makna pembuatannya tapi juga variasi.

Ada beberapa corak yang serupa tapi berbeda antara lain motif parang rusak barong, parang barong, parang gendreh, dan parang klithik.

Dilarang dipakai orang sembarangan

Makna motif batik parang yang sangat istimewa membuatnya tidak boleh dipakai sembarang orang.

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII saat bertakhta pada tahun 1921-1939 bahkan menjadi motif parang dan variasinya menjadi batik larangan, yang tidak boleh dipakai rakyat jelata.

Kraton Yogyakarta bahkan mengatur penggunaannya secara khusus dalam “Rijksblad van Djokjakarta” tahun 1927, tentang Pranatan Dalem Bab Jenenge Panganggo Keprabon Ing Keraton Nagari Yogyakarta.

Motif batik parang rusak barong yang memiliki makna tertinggi hanya boleh dipakai oleh raja dan putra mahkota.

Sisanya, dengan variasi yang berbeda, boleh dipakai sesuai status seseorang di kerajaan, mulai dari permaisuri, pangeran dan cicit raja.

Selain itu, batik parang juga dilarang dipakai dalam acara pernikahan karena maknanya yang berkaitan dengan senjata sehingga melambangkan kekejaman dan kekerasan.

Hal tersebut berlawanan dengan kebahagiaan pernikahaan yang seharusnya menjadi momen sukacita dan kedamaian.

Kehadiran batik parang di pesta pernikahan dianggap bisa membawa kesialan bagi sang pengantin.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/30/153111720/3-bakal-capres-kompak-pakai-batik-parang-saat-makan-siang-dengan-jokowi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke