Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Screen Time Anak Berlebihan Bisa Picu Risiko OCD 15 Persen

KOMPAS.com - OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) adalah gangguan mental yang membuat pengidapnya melakukan suatu tindakan tertentu secara berulang-ulang dengan kompulsif (tindakan yang dipicu obsesi atau kecemasan yang dialami).

Gangguan ini dapat diderita oleh siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa yang kemudian dapat memicu stres secara signifikan.

Menurut penelitian di tahun 2022, OCD dapat dialami anak-anak dan pra remaja ketika mereka punya kebiasaan menatap layar berlebihan (screen time).

Perangkat modern seperti smartphone atau tablet dapat meningkatkan risiko OCD pada anak sebesar 15 persen. Mengapa demikian?

Fakta studi screen time bisa picu OCD kambuh pada anak

Para ilmuwan di University of California, San Francisco, meninjau kebiasaan anak dan pra-remaja saat bermain ponsel atau perangkat pintar lainnya yang berkaitan dengan risiko OCD.

OCD dapat berkembang di kalangan anak-anak sebesar 15 persen bagi mereka yang keseringan bermain video game, dan 11 persen untuk setiap jam yang dihabiskan menonton video.

Temuan ini pun memberikan lebih banyak alasan lagi bagi orangtua dalam membatasi kebiasaan anak menatap layar setiap hari.

"Anak-anak yang menghabiskan waktu berlebihan untuk bermain video game melaporkan, mereka merasa perlu untuk bermain lebih banyak dan kesulitan berhenti meski sudah mencobanya," jelas peneliti utama, Dr. Jason Nagata, asisten profesor pediatri di UCSE.

Lanjut Dr. Nagata, hal itu lebih banyak dipengaruhi oleh pikiran mengganggu tentang konten video game yang dapat berkembang menjadi obsesi atau perilaku kompulsi.

Dr. Nagata juga mencatat, menonton video game dapat membuatnya melihat konten serupa secara kompulsif. Kemudian ada faktor lain seperti algoritma dan iklan dapat memperburuk perilaku tersebut.

"Kecanduan layar dikaitkan dengan perilaku kompulsif dan hilangnya kendali perilaku, dan ini menjadi gejala utama dari OCD," catat Dr. Nagata.

Pada studi ini, sebanyak 9.204 anak pra remaja (usia 9 hingga 10 tahun) diberikan pertanyaan oleh peneliti terkait seberapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk menatap layar di berbagai platform atau aplikasi online.

Respons rata-rata dari mereka yang ditinjau adalah 3,9 jam per hari. (Penggunaan layar untuk tujuan pembelajaran pun dikecualikan dari pertimbangan itu).

Kemudian, dua tahun setelahnya, pengasuh anak-anak ditanyakan tentang gejala dan diagnosis OCD.

Peneliti menyebutkan, setelah dua tahun berlalu, 4,4 persen remaja menderita OCD. Baik video game atau streaming video dikaitkan memiliki risiko lebih tinggi menyebabkan OCD.

Sebaliknya, jika screen time dihabiskan untuk SMS, video call dan media sosial tidak dikaitkan dengan risiko OCD.

Melansir laman Study Finds, penelitian yang dilakukan Dr. Nagata dan timnya hanya berfokus pada screen time saja.

Awal tahun ini peneliti juga menemukan, kebiasaan menonton terlalu lama berkaitan dengan gangguan perilaku di kalangan anak usia 9-11 tahun dan media sosial dianggap sebagai pemicunya.

"Meski pun gadget dapat memberikan manfaat penting dalam konteksnya di bidang pendidikan atau peningkatan sosialisasi, para orangtua perlu mewaspadai potensi risikonya, terutama yang berkaitan dengan gangguan kesehatan mental," ujar Dr. Nagata.

Dia pun merekomendasikan agar para orangtua dan keluarga dapat membatasi penggunaan teknologi modern itu, terutama sebelum anak-anak istirahat di malam hari.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/11/06/123923020/screen-time-anak-berlebihan-bisa-picu-risiko-ocd-15-persen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke