JAKARTA, KOMPAS.com – Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menilai pemerintah cukup progresif terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Adapun, pasal yang disoroti adalah Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024 yang membahas tentang susu formula (sufor) atau produk pengganti ASI.
Sekretaris Jenderal AIMI Lianita Prawindarti mengungkapkan, ada beberapa poin yang sebelumnya tidak tercantum dalam PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
“Yang kami apresiasi sebetulnya ada beberapa poin baru yang ditekankan oleh pemerintah. Misalnya, di Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024, ada beberapa aktor yang tidak boleh mempromosikan (sufor),” terang dia dalam konferensi pers “Pekan Menyusui Dunia 2024” melalui Zoom, Rabu (31/7/2024).
1. Kategori masyarakat yang mempromosikan sufor
Sebagai informasi, Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024 berbunyi sebagai berikut:
“Produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif berupa...”
Pasal itu terdiri dari huruf a sampai huruf f yang membahas soal hal-hal apa saja yang dilarang terkait pemasaran sufor.
Lianita mengungkapkan, pembahasan terkait promosi produk pengganti ASI dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 sebenarnya sudah dimuat dalam PP Nomor 33 Tahun 2012. Jadi, sebenarnya PP yang baru dikeluarkan bukanlah sesuatu yang baru.
Meski demikian, Lianita mengapresiasi penambahan kategori masyarakat yang dilarang mempromosikan sufor.
“Selain tenaga kesehatan, ada kader kesehatan, kader posyandu, itu tidak boleh. Kemudian tokoh masyarakat, karena kadang promosi sufor suka masuk melalui Kepala Desa atau PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga),” ucap dia.
Selanjutnya adalah influencer di media sosial, mengingat dunia digital pada tahun 2024 lebih maju dibandingkan dengan tahun 2012.
Dalam Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024, kategori masyarakat yang dilarang mempromosikan sufor adalah tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan influencer.
Sementara dalam PP Nomor 33 Tahun 2012, kategori masyarakat yang dilarang mempromosikan sufor hanya tenaga kesehatan.
2. Promosi silang
Poin lainnya yang diapresiasi oleh AIMI dalam Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024 adalah promosi silang.
“Yang agak progresif adalah soal promosi silang (promosi secara tidak langsung),” ungkap Lianita.
Sebagai contoh, ketika seseorang mempromosikan produk sufor untuk bayi berusia 6-12 bulan, mereka secara tidak langsung mempromosikan produk serupa dari merek yang sama untuk kategori usia lain.
Meski yang dipromosikan adalah sufor untuk bayi berusia 6-12 bulan, itu tidak menjamin orangtua akan mencari produk serupa untuk anak berusia di atas satu tahun, bahkan berusia 0-6 bulan.
“Istilah promosi silang itu yang mungkin agak baru yang tidak ada di PP Nomor 33 Tahun 2012, tapi ada di PP Nomor 28 Tahun 2024,” kata Lianita.
“Mungkin, yan harus kita tunggu adalah bagaimana pemerintah mengawasi pelaksanaannya, kemudian memberikan sanksi sesuai dengan apa yang kemudian sudah diatur juga oleh pemerintah,” lanjut dia.
Sebagai informasi, Pasal 33 PP Nomor 28 Tahun 2024 melarang pemberian sampel sufor secara cuma-cuma, penawaran kerja sama, atau bentuk apa pun kepada tenaga kesehatan, kader kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan.
Kemudian penawaran atau penjualan langsung ke rumah, pemberian diskon atau sesuatu dalam bentuk apa pun atas pembelian susu formula, serta menggunakan tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, atau influencer untuk menginformasikan soal susu formula.
Selanjutnya adalah mengiklankan susu formula dalam media massa dan media sosial, serta promosi secara tidak langsung atau promosi silang.
https://lifestyle.kompas.com/read/2024/08/02/100600820/aimi-nilai-pemerintah-progresif-terkait-larangan-susu-formula