Ada perjuangan yang berlangsung dalam diam, keputusan yang diambil dengan hati-hati, serta air mata yang tak pernah diketahui siapa pun.
Begitu pula perjalanan Ira, seorang ibu yang mendampingi anak dengan kondisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Dari luar, Ira tampak menjalani hari seperti ibu lain. Namun, sahabat dekatnya, Syifa, melihat lebih dalam betapa berat, panjang, dan sekaligus menguatkan perjalanan itu.
Bagi Syifa, sosok Ira tampak sebagai perempuan yang belajar setiap hari, tentang anaknya, dirinya sendiri, dan dunia yang kadang tidak cukup ramah pada keluarga dengan kebutuhan khusus.
Berjuang memahami kebutuhan anak
Menurut Syifa, langkah terbesar Ira sebagai ibu dimulai dari keberaniannya menerima kondisi anak.
ADHD bukan sekadar anak aktif, melainkan hambatan regulasi emosi dan perhatian yang memengaruhi aktivitas harian.
Untuk sebagian keluarga, diagnosis ini bisa menimbulkan kebingungan atau penolakan.
Namun, Ira memilih jalan untuk terus belajar.
Belajar memahami bagaimana anaknya melihat dunia, belajar mencari terapi yang tepat, dan belajar menciptakan pola asuh yang lebih sesuai bersama sang suami yang juga turut mendukungnya.
“Tidak mudah, tapi dia menjalaninya dengan hati yang besar,” kata Syifa kepada Kompas.com, baru-baru ini.
Ia mengingat betul malam-malam ketika Ira menonton video edukasi, hingga berdiskusi panjang tentang cara menghadapi tantrum tanpa memperburuk kondisi anak.
Di tengah proses itu, Ira tidak hanya mengasuh, tetapi juga membentuk dirinya, menjadi ibu yang lebih peka, lebih sabar, dan lebih bijaksana dalam merespons berbagai situasi sulit.
Saat tantrum, lelah, dan konsultasi tak berujung
Tidak sedikit momen yang membekas di ingatan Syifa. Ia menyaksikan sendiri bagaimana Ira menghadapi tantrum yang kadang terjadi tanpa peringatan.
“Bahkan saat lelah, dia tetap mencari cara agar suasana rumah nyaman,” ujar Syifa.
Rutinitas konsultasi dokter dan sesi terapi menjadi bagian dari hidup Ira.
Ada hari ketika ia harus mengorbankan tenaga, waktu,
bahkan aktivitas pribadinya hanya untuk memastikan anak mendapatkan pendampingan yang tepat.
Namun, setiap usaha itu selalu dibersamai dengan hal kecil seperti pujian lembut untuk anak, senyum hangat, atau sentuhan yang menenangkan.
Hal-hal kecil itu, kata Syifa, adalah bentuk cinta yang sering tidak dilihat orang lain.
Tekanan sosial dan ekspektasi yang membebani
Di luar semua proses tumbuh bersama anaknya, ada beban lain yang tak kalah berat: pandangan orang.
Syifa menyebut Ira sering merasa terbebani oleh ekspektasi masyarakat tentang anak normal”, “ibu yang harus bisa segalanya”, atau komentar-komentar yang tidak memahami kondisi ADHD.
Ada rasa khawatir akan masa depan anak, tekanan dari rutinitas yang intens, dan kelelahan mental yang kadang sulit dijelaskan.
Namun, di sisi lain, ada pula kekuatan yang tumbuh perlahan.
“Dia sekarang lebih bisa mengambil keputusan penting untuk anaknya, lebih percaya diri, dan lebih peka terhadap banyak hal,” kata Syifa.
Perubahan itu tidak terjadi dalam semalam. Semuanya hadir melalui proses jatuh bangun, mulai dari rasa gagal, menangis diam-diam, hingga bangkit lagi keesokan harinya.
Ibu hebat yang tidak selalu merasa hebat
Meski sering merasa tidak cukup, Syifa justru melihat hal sebaliknya.
“Ira itu ibu yang hebat, meskipun dia tidak selalu merasa begitu,” ujarnya.
Ia bangga melihat bagaimana Ira tetap tenang meski rumah sedang penuh keributan, bagaimana ia merayakan kemajuan kecil anaknya, dan bagaimana ia memberi ruang bagi terapi meski harus mengorbankan tenaga dan waktu.
Bagi Syifa, Ira adalah teman yang paling kuat yang pernah ia kenal.
Dan bagi anaknya, Ira adalah tempat paling aman untuk pulang.
Perjalanan ibu dari anak ADHD tidak pernah sederhana, tetapi dari kisah Ira kita belajar satu hal: menjadi ibu bukan soal kesempurnaan.
Ini tentang cinta yang diulang setiap hari, dengan sabar, dengan usaha, dan dengan keberanian yang jarang terlihat dari luar.
Jika ada satu hal yang ingin disampaikan Syifa pada sahabatnya itu, ia merangkumnya dalam satu kalimat, “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira”.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/12/11/204220820/di-balik-perjuangan-mengasuh-anak-adhd-sahabat-ungkap-keteguhan-ira