Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Harus Halalan Thayyiban

Kompas.com - 16/08/2010, 20:01 WIB

Bahwa pangan termasuk, hukum-hukum Tuhan di dunia ini, misalnya, ditunjukkan oleh “siapa yang mengkonsumsi makanan yang mengandung penyakit atau kotor, maka yang bersangkutan akan menderita sakit”. Penyakit dalam hal ini merupakan siksaan Allah SWT di dunia.

Perintah bertakwa dalam ayat di atas mengharuskan manusia agar hanya memproduksi dan atau mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan penyakit, atau yang dapat memberikan rasa aman duniawi dan ukhrawi.

Dalam kaitan ini, penggalan ayat 4, surat An Nisaa, mengingatkan agar manusia mengkonsumsi makanan dengan sedap lagi baik akibatnya. Sementara itu, dewasa ini kita menyaksikan semakin menggejalanya penyakit modern yang besar kemungkinan diakibatkan oleh ketidakamanan pangan, ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan pemenuhan, atau ketidakseimbangan komposisi gizi makanan.

Mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterkaitan ini telah Allah SWT tegaskan dalam Al-Qur’an, surat Al – Maaidah, ayat 88.

Penggalan pertama ayat ini memerintahkan orang-orang beriman untuk mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban yang telah Allah SWT sediakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Sementara penggalan kedua dari ayat ini mengingatkan agar orang-orang beriman berhati-hati dan waspada dalam memilih makanan yang hendak dikonsumsinya, dan selalu berupaya meraih karunia Allah SWT pada saat mengkonsumsinya. Ayat di atas menekankan kecuali substansi materi makanan harus halalan thayyiban juga segi kehalalan dalam mendapatkannya.

Selanjutnya firman Allah SWT dalam (QS 2 : 172) menganjurkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang thayyib dan merealisasikan rasa syukur. Ayat ini menegaskan bahwa mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiban merupakan implementasi rasa syukur manusia kepada Allah SWT.

Rasa syukur ini lahir dari dua hal, pertama, kesadaran untuk bersyukur kepada Allah SWT yang mengkaruniakan kemampuan psikis dan fisik sehingga manusia sanggup berusaha mendapatkan bahan pangan.

Kedua, kesadaran untuk bersyukur kepada Allah SWT yang telah menyediakan beraneka ragam bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan vital manusia agar tetap hidup di dunia ini.

Bila dihubungkan dengan (QS 2 : 173), yang mengharamkan konsumsi beberapa bahan pangan tertentu, maka makna halalan thayyiban dititik beratkan pada substansi materi atau dzat makanan itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com