Agnes Rita S
Siswanto (38) menggagas terbentuknya komunitas ini tanggal 5 Agustus 2011. Awalnya, dua tahun lalu, dia tertarik memperhatikan Abdul Rohim yang setiap hari memunguti paku di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.
”Dua tahun lalu, dalam sehari saya bisa dapat 1 kilogram paku. Sekarang jalan itu sudah relatif aman dari ranjau paku,” tutur Abdul Rohim (42), Senin (9/1).
Semula hal itu dilakukan secara iseng saja. Selepas pulang kerja sebagai sopir di sebuah perusahaan, Rohim melihat paku berserak di jalan. ”Saya punguti, ternyata dapat paku satu gelas,” ujar Rohim.
Karena banyak yang memiliki keprihatinan yang sama dengan mereka, dibentuklah komunitas Sapu Bersih Ranjau Paku (Saber). Sebagai senjata, anggota komunitas memakai magnet berdiameter 15 cm seharga Rp 20.000 dari kocek masing-masing anggota. Magnet ini disambungkan ke gagang seperti sapu sehingga bisa dipegang sambil berjalan atau berkendara. Aneka perlengkapan lain, seperti senter, lampu, peluit, dan rompi, juga disediakan swadaya.
Setiap pagi, mereka menyapu paku. Paku banyak ditebar pelaku sejak subuh. Korban berjatuhan ketika orang mulai berangkat kerja dan sekolah. Panen ban kempis dinikmati para tukang ban yang dengan mudah ditemui di lokasi ranjau paku. ”Kalau ada delapan orang atau lebih tukang tambal ban, mengindikasikan ada tebaran paku di kawasan itu,” ujar Siswanto.
Selain pagi, sore hingga dini hari juga menjadi waktu penyebaran paku. Di musim hujan, paku disebar di lubang jalan yang tergenang air. Tidak sekadar memberikan jasa menambal ban, tukang tambal juga sering mematok tarif mahal.
Magnet menjadi senjata komunitas untuk menyapu paku. Mereka rela berdiri di tengah kendaraan yang ngebut untuk mengambil paku agar tidak mencelakakan orang.