Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 26/09/2022, 07:41 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak orang yang tidak menyadari pentingnya masalah kesehatan mental, dan bagaimana cara mengatasinya.

Belum lagi, kurangnya dukungan untuk penderita gangguan mental, yang ditambah dengan stigma negatif, sering membuat penderitanya enggan mencari solusi atas kondisi mereka.

Selain itu, ada banyak mitos keliru yang beredar di masyarakat yang semakin memperparah kondisi para penderita gangguan mental tersebut.

Baca juga: Empat Perilaku Ber-Medsos Ini Jadi Tanda Seseorang Alami Depresi

Laman Standard menguraikan lima mitos keliru tentang depresi, yang sering beredar dan terdengar.

1. Depresi bukan penyakit nyata

Meskipun telah tersedia pengobatan depresi yang bervariasi, hal ini masih belum tergolong sebagai kondisi medis yang serius.

Sebab, berdasarkan laporan Badan Layanan Kesehatan Inggris (NHS), banyak orang berpikir depresi adalah hal sepele, dan bukan kondisi kesehatan yang sebenarnya.

Tentu saja, ini merupakan pemikiran yang keliru.Depresi termasuk penyakit yang nyata dengan gejala yang benar-benar ada.

Mayo Clinic menyatakan orang dengan depresi sebenarnya memiliki neurotransmitter dan ketidakseimbangan hormon di otak mereka yang menentukan kondisi mereka.

Ketidakseimbangan ini juga menyebabkan suasana hati mereka memburuk.

Memberi label mereka yang menderita gangguan tersebut sama halnya meremehkan masalah mereka, dan menghalanginya untuk mencari bantuan.

2. Antidepresan selalu bisa mengatasi depresi

Dokter biasanya meresepkan antidepresan untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang disebabkan oleh kelainan biologis.

Namun, hal ini bukan satu-satunya cara untuk mengatasinya.

Banyak penderita depresi mengklaim psikoterapi sebagai cara efektif untuk membantu mengatasi gejala depresi.

Terkadang, kita harus mencoba sejumlah metode yang berbeda, sebelum menemukan yang paling sesuai untuk mengatasi masalah kesehatan mental ini.

Baca juga: Suami Depresi Bisa Pengaruhi Kesuburan

3. Depresi tanda kelemahan

Banyak orang penderita depresi takut membicarakan masalahnya karena stigma negatif yang melekat pada label depresi.

Masyarakat cenderung berpikir jika depresi merupakan tanda orang 'lemah' atau 'gila'.

Pada kenyataannya, penderita depresi yang berusaha mengatasi masalahnya menunjukkan kekuatan dan ketangguhan yang luar biasa.

Baca juga: Olahraga Angkat Beban Efektif Redakan Gejala Depresi

4. Depresi adalah penyakit turunan

Jika ada riwayat depresi dalam keluarga kita, kemungkinan besar kita akan mengalaminya sendiri.

Namun, para ahli tidak yakin bagaimana genetika secara signifikan mempengaruhi risiko ini.

Depresi bisa terjadi tanpa alasan atau penyebab yang signifikan. Hanya karena orangtua kita menderita depresi, bukan berarti kita akan mengalaminya juga.

Baca juga: Depresi Bisa Sebabkan Gangguan Ingatan

5. Penderita depresi harus mengonsumsi antidepresan seumur hidup

Pengobatan depresi berbeda bagi setiap orang.

Banyak penderita depresi menggunakan obat sebagai bantuan jangka pendek, yang lain mungkin mengonsumsinya selama bertahun-tahun.

Beberapa orang mungkin juga memilih untuk tidak mengonsumsi antidepresan sama sekali.

Dalam setiap kasus, durasi pengobatan setiap orang bervariasi, tergantung tingkat keparahan gangguan tersebut.

Bahkan, kebanyakan orang tidak perlu memakai obat selama sisa hidup mereka.

Riset menunjukkan, sebagian besar penderita depresi hanya butuh berobat selama 24 minggu dengan kombinasi psikoterapi dan obat-obatan.

Baca juga: Suami Depresi Bisa Pengaruhi Kesuburan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com