Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Tom Cruise, Badan Bagus dan "Mood Oke Terus"

Kompas.com - 03/08/2018, 10:32 WIB
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Belum lama saya dikontak stasiun televisi swasta yang penasaran ingin wawancara perihal kebenaran makanan yang dipercaya bisa membuat ‘mood oke terus’ alias menjamin rasa bahagia.

Antara penasaran dan tidak percaya, saya minta informasi awal dari mana pernyataan itu muncul. Ternyata tak jauh beda seperti yang sudah bisa ditebak, pintar-pintarnya ‘wong Londo’ membuat artikel yang tipikal mereduksi duduk masalah kehidupan yang sebenarnya.

Daftar makanan pembuat rasa bahagia memuat ikan salmon, berbagai macam buah, sayur dan tentunya coklat. Oleh ilmu gizi, makanan-makanan ini dikategorikan sebagai ‘functional food’.

Jika diusut-usut lagi, masalahnya bukan di salmon, melainkan kandungan omega 3 nya, asam lemak rantai panjang tidak jenuh yang mempengaruhi bagaimana otak menerima dan menyampaikan pesan.

Kabar baiknya, salmon tidak hidup di perairan Indonesia – dan kita justru mempunyai ikan lain yang omega 3 nya jauh lebih tinggi dari salmon: ikan kembung. Sayangnya nelayan dan penjual ikan kita kalah suara dengan importir salmon.

Coklat yang dipercaya kaya antioksidan dan mampu menekan hormon stres bernama kortisol, faktanya tak pernah dijual sebagai ‘coklat murni’. Melainkan imbuhan susu, senyawa pengemulsi hingga gula buatan yang justru alih-alih membuat coklat sebagai penangkal stres, malah menimbulkan masalah baru – sekali pun labelnya ditulis ‘sugar free’.

Di luar urusan makanan, sebenarnya istilah bahagia tidak sesederhana itu. Mendatangkan kebahagiaan tidak mungkin hanya dari apa yang dimakan semata.

Lagi pula, tidak ada dosisnya – berapa kilo ikan dan berapa banyak bayam harus dimakan untuk derajat stres tertentu. Bukan itu saja, tidak mungkin orang hanya memakan satu bahan pangan tunggal. Pun bagaimana bahan makanan itu diolah, sudah memberi kontribusi yang berbeda.

Ikan dengan segala kebaikan omega 3 bila digoreng dan dimakan dengan nasi putih ngepul, memberikan sensasi nikmat – sekaligus menghancurkan omega 3 nya itu sendiri dan risiko senyawa akrilamid sebagai pencetus kanker.

Belum cukup sampai di situ kekisruhannya, nasi putih sebagai produk rafinasi diam-diam berkontribusi terhadap kenaikan gula sesaat dan risiko kegemukan jika dimakan sebagai kebiasaan sehari-hari.

Jadi, rasa bahagia itu mungkin bukan karena ikannya, tapi akibat mendapatkan kenikmatan makan!

Kenikmatan makan inilah yang menjadikan rasa kalap muncul setiap kali berhadapan dengan kecanduan makanan.

Begitu mudahnya orang Indonesia tergelincir dengan asupan 2500 hingga 3000 kilokalori setiap hari, dibandingkan dengan Tom Cruise yang konon hanya menghabiskan 1200 kilokalori saja tapi perawakan 56 tahunnya membuat iri lelaki Indonesia yang baru menginjak usia 40.

Jika kita masih memperlakukan tubuh seperti hitungan akuntansi, dan membiarkan pangan ultra-proses merajalela ‘meracuni’ pangan keluarga, maka hitungan seperti inilah yang akan muncul di kehidupan karyawan perkotaan pada umumnya:

menu makandr Tan menu makan

Kelihatannya ‘lumayan sehat’, ada sayur dan buah (jika ini yang dijadikan patokan menu sehat). Namun begitu sayur diolah jadi sop atau capcay, maka nutrisinya tidak sama dengan sayur lalap. Jumlah serat jauh di bawah angka kebutuhan harian, 30 gram.

Tidak banyak yang menyadari, bahwa nasi putih adalah bagian dari produk rafinasi – yang sudah miskin serat dan nutrisi – hanya memberi rasa pulen. Menu seperti di atas membuat proporsi karbohidrat tiga kali lipat lebih di banding protein.

Begitu pula saat protein diolah dengan minyak goreng apalagi diberi berbagai saos dan kecap, akhirnya hanya menambah kalori tanpa muatan nutrisi. Yang pasti, tubuh sebagus Tom Cruise tidak dihajar oleh menu seperti itu.

Tanpa harus telak menjiplak 1200 kilokalori gaya Tom Cruise, publik Indonesia mampu lebih sehat dengan keragaman sumber pangan lokal dan tanpa perlu keahlian memasak fantastis yang malah lebih sering menyingkirkan nilai nutrisi akibat produk ‘ultra-proses’.

Murah, sederhana, menu seperti di bawah ini kaya kandungan gizi, dengan imbangan makronutrien yang baik dan memberi rasa kenyang lebih lama sekaligus gula darah tidak melonjak drastis dalam kurun 2 jam.

Bonusnya, bukan hanya perkara tubuh terjaga bagus, tapi fokus kerja tetap terjaga, tidak mudah mengantuk.

menu makandr Tan menu makan

Soal mood menjadi lebih bahagia, itu kisah berikutnya. Sebab saat hormon dopamin terstimulasi cukup (tidak berlebihan seperti saat makan kalap) maka rasa puas akan muncul, dan kerja hormon menjadi stabil yang akan mendorong orang mudah melakukan aktivitas hariannya, termasuk berolah raga.

Dalam situasi seperti itulah endorfin akan dilepaskan tubuh – sebagai pemberi suasana hati tenang dan bahagia - yang akan mendorong orang mengonsumsi makanan sehat lagi. Demikian seterusnya lingkaran ini berkembang menjadi ‘siklus sehat’.

Jadi, ‘mood oke’ tidak semata-mata hasil dari mengonsumsi satu jenis makanan saja. Sama seperti berat badan terjaga bukan hanya karena hitungan kalori gaya akuntansi.

Berat badan ideal adalah akumulasi dinamika makanan, aktivitas sehari-hari, bagaimana hormon bekerja, laju metabolisme, kecukupan tidur, mikroba usus, ada tidaknya radang (termasuk radang tersembunyi akibat penyumbatan pembuluh darah), obat-obatan yang sedang dikonsumsi, kondisi emosional dan terakhir tentu saja: faktor genetik.

Dengan kata lain, perempuan yang sama dengan konsumsi makanan yang sama persis di usia 60 akan memberi dampak terhadap berat badan yang amat berbeda dibandingkan saat ia berusia 30 tahun.

Di usianya yang ke 56, Tom Cruise tentu bekerja keras untuk membuatnya nampak seperti awal 40an. Yang pasti, bukan keajaiban atau nasib mujur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com