Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Jadi Korban Terberat, Jangan Libatkan Mereka jika Anda Komentari Perceraian

Kompas.com - 23/11/2018, 12:57 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Perceraian semakin berat dilakukan ketika di dalamnya terdapat seorang atau lebih anak dari hasil pernikahan. Dua orang dewasa yang terlibat pertikaian akan memikirkan lebih jauh konsekuensi dari keinginannya untuk berpisah, karena mempertimbangkan keberadaan buah hati.

Namun, jika perceraian itu terjadi, anak menjadi satu-satunya pihak yang paling terguncang batinnya, lebih dari kedua orangtuanya yang harus berpisah.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam sebuah artikel dari The Harris Law Firm, sebuah firma hukum terkenal di Colorado, Amerika Serikat, yang fokus menangani masalah keluarga, termasuk perceraian dan anak.

Perceraian bagi anak

Perceraian menjadi hal sulit bagi sepasang suami-istri yang menjalaninya. Akan tetapi, hal itu akan menjadi lebih sulit bagi anak-anak yang ada di dalam pernikahan mereka.

Laki-laki atau perempuan dewasa yang mengalami perceraian cenderung lebih mudah untuk menata hidup kembali dan melupakan kesedihan atas perceraiannya. Namun, tidak dengan anak-anak mereka.

Perceraian akan menimbulkan luka berkepanjangan, sekalipun luka itu teratasi, ada kekosongan peran yang mereka rasakan. Sosok orangtua tidak secara utuh hadir di hidup mereka, dan hal itu bisa memengaruhi psikologi mereka sebagai seorang individu.

Baca juga: Mempertahankan Pernikahan demi Anak, Apa Baik jika Dilakukan?

Anak-anak tidak memiliki kontrol sebaik orang dewasa. Mereka melihat perceraian sebagai hancurnya satu-satunya keluarga yang mereka kenal. Keluarga yang menjadi sumber perlindungan tidak lagi ada.

Seorang anak membutuhkan dua sosok orangtua yang dapat meyakinkan bahwa ia dicintai. Selain itu, ia juga butuh dua orangtua yang akan selalu ada untuk segala hal dalam hidupnya.

Posisi anak dalam perceraian

Banyak orangtua yang tengah dalam proses perceraian terbalut emosi dan ego yang tinggi. Kondisi tersebut memang tidak mudah, apalagi bagi pasangan yang sudah lama menjalani masa pernikahan.

Pada saat itulah mereka kerap kehilangan kendali sehingga anak-anak tidak merasakan peranan orangtua yang seharusnya mereka rasakan. Lebih jauh, orangtua yang tengah bermasalah ini kerap kali memosisikan anak-anak mereka sebagai obyek pembelaan atas pendapat masing-masing.

Anak dilibatkan dalam perceraian sebagai "kartu" yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ego mereka.

Misalnya, ketika seorang suami merasa istrinya kurang memberi perhatian kepadanya, lalu hal itu menjadi masalah yang semakin membesar. Istri bisa saja berdalih waktunya habis untuk mengurus dan menjaga anaknya, sehingga ia kelelahan dan tidak maksimal memperhatikan suami.

Baca juga: Menikah dengan Biaya Mahal Rentan Cerai, Benarkah?

Tindakan apa yang tepat?

Perceraian menjadi masalah internal yang dihadapi oleh sebuah keluarga, yakni suami, istri, anak-anak, dan lingkup keluarga terdekatnya.

Pihak-pihak di luar itu, seperti media, masyarakat umum, dan sebagainya, tidak memiliki hak juga ruang untuk turut berkomentar apa pun, terlebih menyangkut nasib anak yang menjadi korban terbesar dalam sebuah perceraian.

Komentar yang datang terkait anak korban perceraian, baik bernada positif maupun negatif, akan memperumit masalah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com