Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangganis, Nyalakan Harapan Hidup Pasien-pasien Miskin...

Kompas.com - 26/09/2019, 09:05 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Horas (38) terbaring lemah di salah satu ranjang Rumah Singgah Humanis (Rangganis), Jalan Wastukencana nomor 73 Kota Bandung.

Di tubuhnya terpasang kateter, alat yang biasa digunakan pasien untuk membantu mengosongkan kandung kemih.

Sudah dua tahun Horas terbaring tak berdaya. Kini, setelah operasi, kondisinya jauh lebih baik.

Horas mulai bisa berjalan. Meskipun ia lebih banyak berbaring dan jarang berkomunikasi karena masih lemas.

“Sudah dua tahun (Horas) seperti ini. Dia kecelakaan kerja di tempat kerjanya di perusahaan sawit di Pekanbaru,” ujar istri Horas, Pera (33) kepada Kompas.com, belum lama ini.

Horas dan Pera merupakan warga Pekanbaru, Riau. Setelah mengalami kecelakaan kerja, Horas dirawat di rumah sakit setempat.

Namun karena keterbatasan alat, ia dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Dibantu warga Pekanbaru lainnya, ia terbang ke Bandung. Ia kemudian datang ke Rangganis untuk ikut menginap, hingga suaminya mendapat jadwal operasi di RSHS.

“Sudah satu bulan saya di sini. Kalau tidak ada rumah singgah ini, saya tidak tahu bagaimana nasib saya dan suami,” ucap dia.

Selama ini, keluarga kecilnya mengandalkan penghasilan darinya dan suami. Kini, ia tidak mendapatkan gaji karena menemani suami.

Sedangkan, gaji suami sebagai buruh yang ia terima hanya gaji pokoknya saja.

Karena itu, Pera merasa sangat terbantu dengan Rangganis. Selain tempat tinggal gratis, ia mendapat makanan dan antar jemput ke rumah sakit untuk kontrol -juga gratis.

Antrean panjang

Tempat tidur anak di Rumah Singgah Humanis (Rangganis), Jalan Wastukencana Kota Bandung.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Tempat tidur anak di Rumah Singgah Humanis (Rangganis), Jalan Wastukencana Kota Bandung.
Sudah menjadi rahasia umum, pasien RSHS Bandung membludak. Pasien dari berbagai daerah dengan berbagai penyakit dirujuk ke tempat itu.

Alhasil, antrean di rumah sakit kelas A ini sangat panjang. Pasien yang datang hari ini, bisa diperiksa keesokan harinya.

Apalagi, jika pasien harus operasi, jadwal tunggu terbilang lama. Bagi pasien berpenghasilan pas-pasan hingga kurang mampu, kondisi ini sangat mencekik.

Untuk mengurangi pengeluaran, mereka memanfaatkan ruang yang ada di RSHS. Bahkan parkiran basement pun kerap digunakan untuk tempat menginap.

Ricka Ratna, Ketua Bidang Sosial Jabar Bergerak mengaku kerap datang ke RSHS untuk mengunjungi pasien-pasien yang tidur di lorong RSHS.

“Dulu saya ke RSHS dua hari sekali. Masih ada yang tidur di lorong, di bawah pohon rindang untuk menunggu diperiksa dokter keesokan harinya."

"Saya minta mereka untuk datang ke Rangganis,” kata dia.

Rangganis

Ricka Ratna, Ketua Bidang Sosial Jabar Bergerak sekaligus survivor kanker. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Ricka Ratna, Ketua Bidang Sosial Jabar Bergerak sekaligus survivor kanker.
Melihat kebutuhan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dibantu komunitas Jabar Bergerak membangun Rangganis, yang dibuka resmi 20 Agustus 2019 oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Rangganis memiliki dua kamar anak berisi delapan ranjang. Kemudian 10 ranjang untuk pasien wanita dewasa, dan 10 ranjang untuk pasien laki-laki dewasa.

“Rangganis dilengkapi dengan ruang tamu, ruang keluarga, toilet, dapur, tempat jemuran, tempat bermain anak, dan lain-lain,” ucap Ricka.

Selain itu, terdapat layanan antar jemput pasien dari rumah sakit. Pihaknya juga menyediakan layanan konseling dari beberapa psikolog.

Setiap Jumat malam, ada kelas yoga untuk pasien. Sedangkan untuk pendamping, relawan, dan masyarakat umum bisa mengikuti kelas yoga pada Selasa pagi dan sore serta Jumat pagi.

“Kami menjalankan rumah singgah ini dengan cinta. Semua diperlakukan seperti keluarga,” ucap dia.

Hal itu akan membantu pasien untuk menghadapi hari-harinya melawan penyakit. Seperti pasien anak Nayla yang mengalami kanker tulang.

Awalnya, Nayla tidak mau makan dan enggan dioperasi. Setelah tinggal di Rangganis, Nayla lebih ceria.

Dia mengobrol dengan banyak orang dan mau makan. Dalam sebulan, pipinya gembil dan mau dioperasi.

Untuk pasien yang ingin mengakses Rangganis, syaratnya mudah. Mereka harus tergolong keluarga tidak mampu berdomisili di Jabar (luar Kota Bandung).

Membawa e-KTP dan kartu keluarga, memiliki BPJS PBI, membawa referensi dari rumah sakit yang telah bekerjasama seperti RSHS.

“Pasien juga tidak mengalami luka terbuka dan bukan penyakit menular. Pasien boleh tinggal dengan satu orang pendamping,” ucap Ricka Ratna.

Namun, adakalanya pula peraturan tak diterapkan dengan saklek dan tergantung kasus dari pasiennya.

Misal, pasien yang belum mendapatkan referensi dari rumah sakit karena jadwal bertemu dokter baru keesokan harinya.

Untuk kasus seperti ini, Rangganis bisa menerima. Bahkan relawan dan Pemprov Jabar akan membantu pasien untuk mendapat referensi dari rumah sakit.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, Rangganis dikhususkan bagi pasien yang harus melakukan pengobatan lebih dari satu hari, tetapi pasien tersebut dan keluarganya tidak mampu menyewa penginapan.

“Tidak punya uang, pulang jauh, jadi menggelandang di koridor rumah sakit, dan lain- lain. Kami bantu (lewat Rangganis),” kata Ridwan Kamil dalam sebuah kesempatan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Jabar Bergerak (@jabarbergerak) on Aug 23, 2019 at 7:17pm PDT

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com