Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Demi Kesehatan, Tingkatkan Kupasan dan Tinggalkan Kemasan

Kompas.com - 17/02/2020, 20:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Sayangnya, yang disebut penghargaan itu masih ditafsirkan seperti aturan kantin puluhan tahun yang lalu.

Padahal, ilmu nutrisi dan kesehatan sudah melesat jauh, ratusan studi sudah membuktikan risiko pilihan jenis pangan yang akan menuai bencana sekian tahun ke depan – bahkan saat sang pekerja sudah masuk pensiun.

Lebih celaka lagi, jika istri di rumah pun menyajikan ‘makanan pesta’ untuk menyambut suaminya sepulang bekerja keras di tambang selama 4 minggu.

Makanan yang dianggapnya sesuai patokan kantin perusahaan – dengan uang hasil kerja keras para suami, mereka bikin ‘pesta baru’ di rumah.

Anak-anak dibesarkan dengan sereal dan susu, makanan kemasan jadi kecintaan, dan mini market adalah tujuan rekreasi sehari-hari apabila jenuh melanda.

Baca juga: Keluarga Malfungsi, Bangsa Malnutrisi

Saat saya melontarkan pertanyaan ke para ibu tentang kiat mengatasi mual saat kehamilan muda, dijawab beramai-ramai,”Makan biskuit dan havermut bu dokter.....”.

Rasanya hati ini jadi ciut dan sedih.

Padahal malam sebelumnya, saya berhasil membuat kantin menyajikan ikan kakap putih bakar dengan sambal yang ampun nikmatnya, kakap merah dipepes, ikan sepat singang, plecing kangkung, ditutup kelapa muda tanpa gula yang segar dan memuaskan.

Tuhan tidak pernah pilih kasih. Sumbawa bukanlah pulau dimana budaya bercocok tanam menjadi keseharian penduduk asli.

Tapi, kekayaan lautnya melebihi rata-rata. Dibalik bebatuan gunung dan bukitnya, emas dan tembaga membuat orang terngaga.

Namun, budaya pendatang merusak tatanan yang memang dasarnya tidak pernah mapan. Orang desa, orang kampung, tidak bangga dengan apa yang mereka miliki.

Inginnya memiliki seperti apa yang mereka impikan. Minimal bisa makan seperti iklan. Malu makan singkong, lebih keren makan versi keripik kemasannya.

Baca juga: Teknologi Bisa Dipercepat, Sementara Kehidupan Harus Tetap Taat Kodrat

Jika kita bicara soal kearifan lokal, ayo buktikan, contohkan. Yang perlu diajak rakyat. Bukan pengusaha, yang mencari kesempatan di tengah kemiskinan dan mempertontonkan jenis pangan baru yang sudah tak laku di negara maju.

Rakyat punya semuanya. Cukup hanya diberitahu betapa kayanya mereka. Bahkan, kita mau makan apa yang mereka singkirkan. Karena, itu semua yang bikin tubuh jadi sehat.

Tak heran kita pusing mencari kosa kata padanan istilah stunting. Karena, stunting memang tidak mungkin ada di tanah air yang sekaya Nusantara.

Asal mereka makan apa yang alamnya beri, bukan menjadi orang asing di tanah air sendiri.

Baca juga: Membiasakan yang Tidak Biasa

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com