Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketahuilah, Dampak Buruk Kebiasaan Menggigit Kuku bagi Kesehatan

Kompas.com - 03/11/2020, 14:59 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

Sumber allure

KOMPAS.com - Beberapa orang punya kebiasaan menggigit kuku atau mencabuti kulit di sekitar kuku dengan gigi.

Sebagian orang hanya sekadar menggigit kuku yang digunting tidak rapi atau kulit lembut di sekitar kuku, namun sebagian suka menggigiti hingga menyebabkan luka berdarah yang cukup parah.

Kebiasaan menggigit kuku bukanlah hal yang baik dan higienis, apalagi jika dilakukan di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Namun, mengapa sebagian orang mendapatkan rasa puas dan senang ketika menggigiti kuku?

Dilansir Allure, Psikiater Rebecca Berry mengkategorikan kebiasaan menggigit kuku dan kutikula sebagai perilaku berulang yang berfokus pada tubuh atau BFRB (body-focused repetitive behaviors).

Ini mengacu pada perilaku berulang yang merusak kulit, rambut atau kuku seseorang.

"Seseorang mungkin mengalami berbagai emosi sebelum dan selama melakukan kebiasaan tersebut, termasuk stres, cemas, marah, dan tidak sabar, dan menggigit atau mengunyah kuku memberikan rasa lega atau kesenangan langsung terhadap mereka," kata Berry.

Sementara sebagian orang lainnya mungkin sekadar mengalami kebosanan atau tidak puas, dan menemukan bahwa menggigit dan mengunyah kuku menawarkan stimulasi sensorik.

Selain itu, terkadang mereka juga bisa meningkatkan fokus pada suatu pekerjaan karena melakukan kebiasaan tersebut

Ini menciptakan semacam lingkaran setan di mana kita terus mengulanginya dan ingin lebih.

Lebih lanjut, Psikolog dan Dermatolog Evan Rieder menjelaskan bahwa kebiasaan menggigit kuku juga bisa menjadi respons terhadap rangsangan emosional yang kemudian berkembang menjadi perilaku yang terjadi secara otomatis, bahkan tanpa adanya rangsangan apapun.

Dengan kata lain, menggigit bisa menjadi respons psikologis terhadap emosi yang kita lekatkan padanya, yang pada akhirnya menjadi refleks dan kebiasaan yang sulit dihentikan.

Baca juga: Kuku Panjang Mempermudah Penularan Virus Corona, Benarkah?

Efek membiarkan kebiasaan menggigit kuku
Kebiasaan menggigit kuku yang dibiarkan daat menimbulkan efek samping langsung, seperti pembengkakan, pendarahan, dan nyeri.

Namun, efek yang terjadi dari waktu ke waktu mungkin jauh lebih menakutkan.

"Efek jangka panjang sebenarnya dapat mencakup luka jaringan parut, perubahan warna permanen, dan infeksi jamur kronis pada kulit," kata dokter kulit Mona Gohara.

Rieder menjelaskan, perubahan warna tersebut disebabkan oleh respons biologis yang dipicu oleh aktivitas ketika menggigit kuku.

"Kadang-kadang melanosit, sel pembuat pigmen, dalam matriks kuku tempat kuku terbentuk terstimulasi dan mulai membuat lebih banyak pigmen," kata Rieder.

Kuku dapat mengembangkan garis-garis dan bercak coklat, atau kelainan arsitektur, seperti punggung bukit, bintik-bintik darah, dan skala atau kerak.

Menurut Dokter kulit, Charlotte Birnbaum, karena kutikula adalah garis pertahanan pertama kuku kita, kerusakan pada kutikula dapat menyebabkan infeksi di sekitar kuku.

"Pada orang-orang yang gemar menggigit kuku, kita dapat melihat risiko infeksi bakteri, infeksi virus herpes, dan penyebaran kutil yang lebih mudah di sekitar kuku," katanya.

Itulah sebabnya, menggigit kuku bisa menyebabkan kerusakan kuku permanen bahkan kehilangan kuku. Duh!

Baca juga: Waspada, Kandungan Beracun dalam Cat Kuku

Menghentikan kebiasaan
Menurut Berry, belajar mengalahkan kebiasaan menggigit kuku adalah kuncinya.

Menurut dia, terapi perilaku kognitif (CBT) adalah "standar emas" dalam menangani perilaku berulang seperti menggigit kuku.

Terapi memang membutuhkan bantuan ahli kesehatan mental, tetapi Berry menyebutkan ada beberapa poin penting yang dapat kamu lakukan sendiri di rumah.

Awalnya, terapis dan klien akan bekerja bersama untuk melakukan penilaian menyeluruh atas perilaku bermasalah tersebut, termasuk pikiran, perasaan, dan perilaku sebelum menggigit, selama menggigit, dan setelah menggigit.

"Selanjutnya, terapis membimbing klien untuk menetapkan pengganti sensorik yang dapat digunakan individu memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang berbeda," kata Berry.

Dengan kata lain, jika kamu dapat mengidentifikasi mengapa kamu begitu menikmati kebiasaan menggigit kuku, kamu dapat mengetahui kapan kamu membutuhkan rangsangan untuk mengalihkan perhatian dari melakukannya.

"Misalnya, kamu bisa mengambil amplas untuk merangsang ujung jari dengan sikat kuku atau sikat bayi sebagai pengganti sensorik," tambah dia.

Jika kamu tahu bahwa kamu sering menggigit kuku saat stres tentang pekerjaan, misalnya, simpanlah sesuatu di meja kerja yang dapat mengalihkan perhatianmu dari menggigit kuku ketika stres menyerang.

Misalnya, menaruh bola stres yang licin.

Berry bahkan menganjurkan memakai "pembatas" seperti sarung tangan, plester atau selotip medis.

Jika kamu ingin melangkah lebih jauh, Birnbaum menyarankan agar kuku dipotong pendek, sehingga kamu memiliki lebih sedikit kuku untuk digigiti.

Seniman kuku Gina Edwards menambahkan, melakukan manikur dengan warna-warna cerah yang juga bisa menjadi cara terbaik untuk mencegah keinginan menggigit kuku.

"Kamu bisa mengambil foto dari media sosial yang menampilkan kuku impianmu dan menjadikannya wallpaper ponsel untuk terus mengingatkan bahwa kukumu bisa secantik itu," ujarnya.

Jika pikiran tentang kuku yang panjang dan sehat atau bola stres tidak cukup untuk menghentikan kebiasaan menggigit kuku, cat kuku yang rasanya pahit mungkin bisa membantu.

Untuk menyembuhkan kulit yang rusak di sekitar kutikula, oleskan salep penyembuh di area tersebut.

Jika masalah menggigit kuku berlanjut dan menyebabkan masalah kulit yang parah, konsultasikanlah dengan dokter kulit untuk menemukan solusi yang tepat.

Baca juga: Warna Kuku Bisa Menunjukkan Kondisi Kesehatan Kita

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com