Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2020, 14:00 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Media sosial memang bak pisau bermata dua.

Di satu sisi medsos bisa dijadikan sarana mencari informasi, promosi, dan sejumlah manfaat lainnya.

Namun, di sisi lain bisa mengganggu kesehatan mental dengan beragam konten toksik di dalamnya.

Tapi, seperti apa sih konten yang dianggap toksik di media sosial?

Menurut Desainer Didiet Maulana, setiap orang punya ukuran masing-masing terhadap konten yang dianggapnya toksik.

Baginya, konten toksik adalah sesuatu yang bisa memberikan sebuah respons negatif terhadap diri sendiri ketika melihat atau membaca sesuatu di media sosial.

Kolom komentar bisa jadi salah satu sumbernya. Seperti yang kita tahu, jempol orang sepertinya sulit sekali ditahan untuk berkomentar di media sosial.

Maka tak heran jika figur publik, yang memiliki banyak pengikut (followers) sering dibanjiri komentar, baik positif maupun negatif.

Untuk sebagian orang, komentar-komentar tersebut bisa mengganggu kesehatan mentalnya dan membuat depresi.

Didiet sendiri pernah mengalami pengalaman pribadi.

Ia bercerita saat itu dirinya membuatkan pakaian untuk seorang figur publik yang punya penggemar dan juga pembenci (haters).

Meski tidak diserang secara langsung, tapi kolom komentar di medsosnya ikut dibanjiri komentar.

"Mereka bertarung di kolom (komentar) aku. Aku saja yang bukan objek di sana merasa sakit hati, bagaimana yang bersangkutan."

Hal itu diungkapkan Didiet dalam sesi "Social Media Distancing from Toxic Content" di acara ALIVE 2020, Sabtu (7/11/2020).

Baca juga: Demi Kesehatan Mental, Perlukah Detoks Media Sosial?

Tinggalkan medsos hingga meditasi

Kelas meditasi bersama Silvia Basuki dari The Golden Space pada acara Indonesian Womens Forum 2029, Kamis (21/11/2019).Dok. IWF Kelas meditasi bersama Silvia Basuki dari The Golden Space pada acara Indonesian Womens Forum 2029, Kamis (21/11/2019).
Menjauhkan diri dari konten yang dianggap toksik bisa menjadi jalan keluar.

Bagi Didiet, ada beberapa cara yang dilakukannnya untuk menghadapi konten toksik. Mulai dari memilah siapa saja yang diikutinya di medsos, merenungi mengapa sebuah konten begitu memengaruhi perasaannya, hingga meninggalkan medsos tersebut untuk sementara waktu.

"Kalau sudah terlalu toksik dan berasa kok diriku jadi depressed, biasanya aku akan log out dari media sosial dan menikmati hidup selayaknya manusia dengan kegiatan offline," tuturnya.

Hal sama dilakukan oleh Aktris dan Penyanyi Ariel Tatum. Namun, di samping meninggalkan medsos untuk sementara waktu, meditasi juga dijadikannya cara untuk menghadapi konten-konten toksik dan perundungan siber (cyberbullying).

"Teman-teman yang belum cobain meditasi dan merasa kayak enggak bisa duduk diam saja, cobain deh. Itu sangat membantu kita memperbaiki stres, kalau sedang jenuh dengan kehidupan," ucapnya pada kesempatan yang sama.

Meditasi memang bisa menjadi salah satu cara untuk membuat diri kita lebih positif dalam menghadapi lingkungan, termasuk paparan konten medsos.

In-House Practitioner The Golden Space, Yodhananta Soewandi menjelaskan, melalui meditasi kita bisa mulai mengubah dan menemukan pemicu perasaan negatif yang muncul ketika kita mengakses konten-konten tertentu.

"Surviving mechanism. Kita semua ingin melindungi diri kita, maka lebih jeli mengidentifikasi hal-hal negatif ketimbang positif. Itu adalah proses pemikiran kita, namanya negative bias."

"Tapi bias ini bisa kita program ulang supaya lebih positif. Dan salah satunya bisa melalui meditasi," ungkapnya.

Baca juga: Meditasi, Bagaimana Cara Memulai dan Melakukannya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com