Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Kesalahan Orangtua Saat Membicarakan Pubertas dengan Anak

Kompas.com - 06/04/2021, 10:42 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

Sumber HuffPost

KOMPAS.com - Pubertas adalah momen di mana anak-anak remaja memerlukan banyak informasi tentang masa peralihannya dari anak-anak menuju dewasa.

Menurut dokter anak spesialisasi remaja dari Children’s Hospital at Montefiore, Dr Hina Talib, remaja menghadapi perubahan besar pada tubuh, pikiran dan lingkungan sosialnya.

Melalui momen tersebut bisa membuat anak menemui kekhawatiran besar.

Orangtua memiliki peran yang sangat besar untuk membantu anak-anaknya melalui masa sulit tersebut.

"Siapa lagi yang lebih baik selain orangtua untuk jadi tempat anak mencurahkan kekhawatiran itu dan mendapatkan informasi, nasihat dan dukungan yang dibutuhkannya," kata Talib kepada HuffPost.

Orangtua bisa membantu membesarkan hati anak. Namun, orangtua juga bisa gagal membekali mereka informasi menuju kedewasaan jika tidak memanfaatkan momen ini dengan tepat.

Baca juga: 5 Tips untuk Orangtua Kembalikan Kepercayaan pada Anak Remaja

Berikut kesalahan umum yang dilakukan para orangtua ketika membicarakan pubertas dengan anak:

1. Menunggu masa pubertas untuk mendiskusikannya

Menurut Talib, salah satu kesalahan terbesar yang sering dilakukan orangtua adalah meremehkan seberapa besar peran yang mereka miliki dalam mempersiapkan anak-anaknya melalui masa puber dan remaja.

Hal itu membuat banyak orangtua menunda membicarakan topik penting itu.

"Persiapan" adalah kunci.

Beberapa anak mulai bereksperimen dengan hal-hal yang biasa dianggap sebagai "kelakuan remaja". Tapi, hal itu dilakukan jauh di usia yang lebih muda.

Misalnya, beberapa anak mulai bereksperimen dengan obat-obatan dan alkohol ketika mereka berusia 9 atau 10 tahun.

Jadi, yang harus orangtua lakukan adalah memulai percakapan ini lebih awal.

Orangtua bisa menyesuaikan dengan tahapan perkembangan anak sebelum masa pubertas.

Misalnya, pada usia 5 atau 6 tahun anak-anak diberi tahu tentang perubahan yang terjadi di tubuh mereka.

Dengan begitu, orangtua bisa lebih mudah menyampaikan pada anak ketika terjadi perubahan fisik yang lebih besar setelahnya.

Selain untuk membuat anak lebih mudah melalui masalah pubertas, ada pula alasan praktisnya.

Menurut pendiri Dynamo Girl dan penulis Uncertain Parenting Newsletter, Vanessa Bennett, anak-anak akan mampu menggambarkan jenis rasa sakit tertentu ketika terluka dan mampu mengetahui nama asli bagian tubuh mereka agar tidak rentan mengalami pelecehan seksual.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

2. Tidak nyaman membicarakannya

Banyak orangtua menunda membahas soal pubertas karena merasa tidak nyaman.

Namun, menunggu sampai nyaman dengan topik tersebut bisa menjadi kesalahan yang fatal, sebab kebanyakan orangtua mungkin tidak akan pernah merasa benar-benar nyaman membicarakannya.

Selain itu, menghindari topik pubertas secara tidak langsung juga membuat topik ini seolah "memalukan untuk dibahas".

Topik ini memang rumit untuk dihadapi semua orang. Tapi, cobalah untuk menyampaikannya dengan tenang dan percaya diri, meskipun di dalam hati Anda mungkin merasa gugup menyampaikannya.

Baca juga: Remaja Indonesia Masih Takut Bicara Edukasi Seksual dengan Orangtua

3. Bukan menginformasikan tapi malah menguliahi

Topik ini mungkin memang tidak nyaman untuk dibahas. Untuk itu, banyak orangtua merasa perlu membekali dirinya dengan banyak informasi.

Kebanyakan orangtua ingin memberikan informasi terbaik untuk anak-anaknya. Tapi, alih-alih menginformasikan, banyak dari mereka malah cenderung menguliahi anak-anak.

Padahal, hal yang perlu dilakukan adalah membangun diskusi.

Orangtua bisa memulainya dengan pertanyaan. Misalnya, jika ingin membahas tentang masturbasi, cobalah tanya apakah anak pernah mendengar istilah itu dan apa saja yang diketahuinya tentang itu.

Tujuannya adalah mencari tahu informasi apa yang sudah diketahui anak, kemudian membuka pintu untuk mendiskusikannya lebih jauh.

Selain itu, jangan takut jika anak bertanya tentang hal yang Anda tidak tahu.

Sebab, itu bisa menjadi momen untuk mencari jawabannya bersama-sama.

Gunakan sumber daya yang ada di sekitar, misalnya program televisi yang memantik percakapan dengan topik tertentu.

Anda juga bisa membacakan buku tentang pubertas dan melihat kira-kira pertanyaan apa yang akan diberikan oleh anak.

Baca juga: Kapan Sebaiknya Remaja Putri Mulai Pakai Bra?

4. Tidak menyadari perbedaan masa pubertas Anda dan anak

Terkadang orangtua memasukkan pengalaman pribadinya melalui masa pubertas ketika berbicara dengan anak tentang topik ini.

Mungkin dalam beberapa hal pengalaman itu dapat membantu. Tapi, sadarilah bahwa banyak yang berubah.

Masa pubertas Anda dan anak mungkin juga tidak memiliki banyak kesamaan. Termasuk dalam hal konsumsi film dewasa.

"Media sosial dan prevalensi pornografi sudah benar-benar mengubah landskap remaja. Itulah mengapa pubertas rasanya kini mulai lebih dini daripada dulu," kata Bennett.

Jadi, akui saja bahwa banyak hal sudah mengalami perubahan dan pastikan percakapan keluarga seputar masa remaja dan pubertas mempertimbangkan realitas baru anak, seperti pornografi yang ada di mana-mana.

"Yang paling penting, percakapan ini tidak menghakimi anak," kata Bennett.

Baca juga: Saat Anak Terpapar Konten Pornografi, Apa yang Harus Dilakukan?

5. Melupakan pembahasan tentang citra tubuh

Orangtua yang berhasil membahas fisiologi pubertas terkadang lupa untuk mempelajari sisi emosional dari perubahan yang dialami di masa ini.

Secara khusus, orangtua mungkin lupa untuk secara eksplisit membicarakan dengan anak tentang apa yang anak rasakan dalam kaitannya dengan citra tubuh.

"Anak-anak yang memasuki masa puber kerap kali merasa tidak aman dengan tubuh dan penampilannya, dan itu hal yang normal secara perkembangan," kata Talib.

Oleh karena itu, orangtua perlu berbicara langsung dengan anak tentang citra tubuh meskipun topik ini mungkin sensitif.

Misalnya, menormalisasi kenaikan berat badan remaja selama pubertas atau menormalisasi perasaan campur aduk yang dirasakan berkaitan dengan penampilan tubuh anak yang baru.

Sampaikan pada anak bahwa tubuh mereka di masa pubertas bisa mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat atau bisa juga berbeda dari anak lainnya.

"Berit tahu pada anak bahwa itu normal," ucapnya.

Anak-anak secara alami akan membandingkan dirinya dengan orang lain.

Pada kondisi ini, orangtua dapat sangat membantu hanya dengan mengakui hal itu, menyediakan anak ruang untuk membicarakannya, dan kemudian menyusun beberapa strategi untuk mengembangkan citra tubuh yang sehat.

Baca juga: 7 Tanda Remaja Alami Depresi, Orangtua Harus Cermat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber HuffPost
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com