Ketika kita memutuskan tidak membagikan foto wajah anak di media sosial, maka manfaatnya adalah kita mungkin akan lebih jauh dari risiko-risiko yang telah disebutkan di atas.
Pada akhirnya, ini akan membawa keuntungan juga bagi anak di masa depan.
Baca juga: Bahayanya Mengunggah Foto Anak di Media Sosial
Konsekuensi sharenting sangatlah serius. Lalu, bagaimana cara aman menggunakan media sosial?
Setiap media sosial memiliki kebijakan privasi. Kita harus membacanya secara cermat untuk bisa melindungi privasi anak.
Bacalah ketentuan ini di setiap platform media sosial. Jika anak masih terlalu kecil, orangtua mungkin perlu melakukan pengawasan khusus terhadap aktivitas mereka di media sosial.
Penting untuk memastikan orangtua selalu mengetahui konten apa yang dilihat dan diunggah anak.
Lakukan hal ini kapan pun orangtua dapat melakukannya.
Penting bagi anak untuk bisa mengutarakan opini mereka tentang apa yang akan orangtuanya unggah jika berkaitan dengan diri mereka.
Foto yang diunggah bisa saja hanya foto biasa, tetapi perlu untuk mengetahui penilaian anak tentang foto itu.
Foto-foto semacam ini dapat meningkatkan risiko cyberbullying, sexting, dan penyalahgunaan lain.
Sebelum mengunggah, cobalah menanyakan pada diri sendiri tentang "kira-kira apa yang mungkin anak pikirkan di masa depan jika mereka melihat unggahan ini di masa depan?".
Ini akan membuat orangtua cenderung lebih bijak dalam mengambil keputusan sebelum mengunggah konten.
Google memiliki fitur untuk orangtua mengaktifkan notifikasi jika nama anak muncul di mesin pencari.
Jika fitur ini dapat digunakan, orangtua bisa mengetahui jika ada hal buruk yang terjadi pada anak di internet.
Terutama dalam hal lokasi. Lokasi yang dibagikan secara luas dapat mempermudah penguntit mengetahui lokasi anak.
Baca juga: Alasan Kahiyang Ayu Tak Unggah Foto Anak ke Instagram
Dengan sejumlah risiko yang ada ketika membagikan foto wajah anak di media sosial, apakah berarti hanya orangtua yang tidak cukup teredukasi yang melakukannya?
Jawabannya, tidak selalu. Cukup mengejutkan, bukan?
Sebuah studi berjudul "Smart Devices, Smart Decisions? Implications of Parents' Sharenting for Children's Online Privacy: An Investigation of Mothers" yang dipublikasikan pada Journal of Public Policy and Marketing, para peneliti membagikan hasil dari dua buah studi.
Studi pertama melibatkan wawancara dengan 15 orang ibu berusia 24 hingga 40 tahun. Beberapa ibu baru merupakan ras Kaukasia dan memiliki latar belakang edukasi tinggi, dengan anak berusia antara 14 minggu hingga 11 tahun.