“AKU RINDU hari-hari tanpa kabar duka...,” kata Ernest Prakasa di salah satu postingan instagramnya, baru-baru ini.
Ucapan yang rasanya mewakili perasaan banyak orang, belakangan ini.
Betapa seringnya kita melihat kabar duka cita berseliweran di berbagai media sosial, begitu banyak kehilangan terjadi, yang itu sebagian besar karena wabah virus yang menghantui kita nyaris dua tahun ini.
Kehilangan, atau berduka, adalah perasaan yang sering kali tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sebab, rasanya campur baur tak keruan, segala bentuk emosi timbul dan tenggelam karenanya.
Sayangnya, kita yang kini sudah dewasa kerap mengartikan kehilangan sebagai emosi negatif yang harus segera disingkirkan.
Bias dari kebiasaan sejak kecil, ketika air mata mengalir maka orang dewasa akan segera mengambil alih dengan mengatakan, “Cup..cup sudah, jangan nangis. Nanti beli yang baru…” atau “Sudah berhenti nangis, masa gitu aja nangis....”
Terlebih lagi anak laki-laki. Pamali sekali sepertinya menangis.
Padahal, kita manusia. Artinya, kita berhak merasakan apa pun emosi yang terjadi.
Apa salahnya menangis? Apa salahnya berduka?
Ini sama dengan bahagia, cemburu, marah, kecewa, bangga, dan sejuta perasaan lain yang bisa dinamakan dan diterima ketika hadir menghiasi hari-hari kita.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.