Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Apa Kabar New Normal?

Kompas.com - 30/11/2021, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Larangan cuti bersama akhir tahun sudah dibelokkan dengan luwes, sebab karyawan mengambil hak cuti dengan menyicil sebelum akhir tahun. Atau memang ini yang diinginkan pemerintah? Libur bergiliran.

Hingga hari ini, Eropa sedang bergelut dengan hantaman gelombang kesekian kalinya virus pandemi yang sudah berganti jaket berusaha menembus pertahanan manusia.

Bahkan disebut mutasi terkini potensial menihilkan tameng vaksinasi. Kita barangkali terlalu lama terlena melihat landainya kurva penularan di negri sendiri. Yang bisa jadi akibat testing dan tracing tidak lagi berjalan segencar dulu.

Baca juga: Ngeri Pandemi Menghantui Masa Depan Bayi

Pengetesan sebatas pada mereka yang akan bepergian menggunakan kereta api jarak jauh atau pesawat terbang.

Sementara yang memilih ‘traveling’ bermobil sendiri (yang makin lama makin banyak), lolos dari pengawasan.

Lebih mengerikan lagi, ternyata 17 belasan ribu orang dengan Covid-19 positif berkeliaran di mal – sebagaimana dikutip dari data Kemenkes 17 November 2021. Jadi, benarkah vaksinasi menjadi jurus jitu menekan penularan?

New normal sesungguhnya mengharuskan orang tidak abai, sekali pun telah divaksinasi tiga kali.

Sebab, celah mutasi virus yang telah dipepet habis-habisan akan muncul apabila manusia memberi peluang bagi virusnya.

New normal juga membuat keluarga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, menciptakan kualitas hubungan.

New normal membuat pendidikan dan pengajaran tidak berbatas dinding, tanpa sekat – bahkan semakin kreatif.

New normal menjadikan perdagangan dan bisnis beralih dari lapak darat menuju lapak virtual – bukan berarti ekonomi mati.

Indonesia belum sampai ke situ? Artinya ini semua umpan balik bagi para petinggi dan pemimpin daerah, kenapa sinyal gawai lebih mudah menangkap hoax dan rakyatnya lebih seru menanggap berita artis ketimbang edukasi gratis?

Baca juga: Protokol Kesehatan: Antara Jargon dan Guyon

Amat mengerikan jika New normal ini disambar para pelaku oportunistik. Yang lebih pintar mengelola platform digital, piawai mengerjakan pemasaran virtual, cekatan mengelola korban yang masuk jejaring.

Apalagi rakyat kita terbiasa ‘pantang susah’ - jika tidak mau dibilang malas mengerjakan evaluasi – hanya mengejar solusi.

Melihat maraknya konten aneka media sosial, kita perlu agak prihatin sedikit. Tak jarang yang menyerempet urusan gizi dan pangan pun akhirnya diisi oleh pengunggah yang hanya memburu status viral.

Deviasi New normal: dengan minimnya literasi penikmat media sosial, kemerosotan edukasi semakin ngeri.

Kebingungan melanda para orangtua generasi baru, yang sama sekali tidak mempunyai dasar pemahaman gaya hidup sehat, apalagi cara memberi makan anak-anaknya.

Belum lagi para ‘pakar’ yang juga ikut nampang di media sana sini, dibayar produk yang menawarkan solusi masalah gizi.

Jika konsisten menapak masa New normal, kita tidak boleh keteteran apalagi mati gaya. ‘Gas pol’ teknologi dan inovasi, sebagai cara belajar baru yang tak pernah basi.

Tapi ada satu hal yang tidak bisa digas pol, yaitu kaidah kodrat yang menyangkut kebertubuhan manusia – kebutuhan nutrisi tidak mungkin disejajarkan produk industri – hal yang amat holistik tidak akan pernah boleh direduksi.

Baca juga: Lepas Penat di New Normal, Main Game atau Staycation?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com