Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Bagaimana Membangun Resiliensi Kaum Lansia di Masa Pandemi?

Kompas.com - 09/02/2022, 09:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Raja Oloan Tumanggor

PADA masa pandemi saat ini kondisi mental semua manusia termasuk kaum manusia lanjut usia (lansia) tentu mengalami perubahan.

Berbagai kekhawatiran muncul: pandemi Covid-19 khususnya jenis Omicron yang punya dampak penularan lebih tinggi dari jenis virus sebelumnya, mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan manusia termasuk kaum lansia.

Akibat pandemi ini kegiatan rutin mengalami kendala. Akses ke kesehatan juga tidak mudah, sulit beradaptasi dengan teknologi komunikasi, hidup terisolasi. Semua ini menambah beban hidup warga lansia.

Untuk itu, kaum lansia harus memiliki resiliensi yang mumpuni agar mereka bisa menghadapi persoalannya dengan baik.

Lalu apa yang dimaksud “resiliensi” (daya lenting) ini?

Resiliensi adalah kata yang berasal dari Bahasa Inggris resilience, yang artinya daya atau kemampuan individu untuk menyesuaikan diri, beradaptasi dengan situasi yang kurang menyenangkan, tekanan atau perubahan yang terjadi dalam dirinya (Karni, 2019).

Selain itu, resiliensi juga dipahami sebagai kemampuan untuk mengatasi rasa frustasi dan permasalahan yang dialami oleh individu.

Orang yang resilien selalu mampu mengatasi permasalahan dalam hidupnya dan mampu beradaptasi dengan situasi yang dihadapi (Garcia-Leon et al., 2019 dalam Pragholapati & Munawaroh, 2020).

Unsur resiliensi

Apa saja yang menjadi unsur-unsur resiliensi? Pertama, regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang saat berada dalam tekanan.

Orang yang resilien mampu menggunakan keterampilannya dengan baik sehingga bisa mengontrol emosinya dengan baik.

Orang yang kurang mampu meregulasi emosi biasanya akan kesulitan dalam berelasi dengan sesamanya.

Maka kaum lansia yang bisa mengelola emosinya akan sanggup berkomunikasi dan bersahabat dengan orang yang ada di sekitarnya.

Kedua, pengendalian impuls, maksudnya adalah kemampuan untuk mengendalikan keinginan, dorongan dan kesukaan serta tekanan yang muncul dalam diri seseorang.

Orang yang resilien bisanya memiliki kemampuan untuk mengendalikan keinginan dan dorongan dalam diri, misalnya dorongan untuk marah dan jengkel, dll.

Ketiga, optimisme adalah karakteristik yang dimiliki individu mengenai kebahagiaan, ketekunan dan prestasi.

Orang yang optimistis memiliki harapan terhadap masa depannya, dan jarang mengalami depresi dalam hidupnya.

Keempat, casual analysis, artinya kemampuan individu mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang dihadapinya.

Bila orang tidak mampu mengindentifikasinya akan bisa melakukan kesalahan yang sama terus menerus.

Kelima, empati, artinya mampu memahami dan memiliki kepedulian pada orang lain. Empati berarti punya kemampuan untuk memahami keadaan emosional dan psikologis orang lain.

Maka orang yang empati akan gampang bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya.

Keenam, efikasi diri sebagai kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi. Efikasi diri membantu orang untuk memecahkan masalah hidup dan akhirnya mampu meraih kesuksesan.

Ketujuh, reaching out adalah kemampuan individu meraih aspek positif dari suatu pengalaman yang kurang menyenangkan. (Karni, 2019).

Lalu strategi apa yang dapat dilakukan oleh para lansia agar bisa memiliki resiliensi yang memadai dalam hidupnya?

Pertama-tama adalah menyaring berbagai informasi yang belum pasti. Pada masa pandemi ini berbagai media sosial menawarkan banyak informasi yang sebagian besar kadang berupa hoax.

Maka para lansia harus mampu menyaring mana informasi yang benar dan tidak benar.

Kemudian mereka perlu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada, agar tidak mengalami stres.

Merekalah yang perlu menyesuaikan diri terhadap situasi yang dihadapi. Itu lebih gampang dari pada mengubah pihak lain.

Kaum lansia perlu melakukan aktivitas yang digemari. Hal ini penting agar kegiatan yang dilaksanakan para lansia sungguh membuat hati senang.

Melakukan sesuatu yang disukai kerap tidak terasa melelahkan. Sebaliknya mengerjakan sesuatu yang kurang disenangi cenderung terasa menjadi beban berat.

Kaum lansia mesti mampu mengendalikan diri dan mempertimbangkan dengan matang segala keputusan yang diambil.

Pengendalian diri ini penting untuk memberi kesempatan merefleksikan segala konsekuensi dari suatu perbuatan.

Faktor penting lainnya adalah optimisme. Kaum lansia perlu tetap bersifat optimistis dalam situasi apapun.

Pengalaman buruk sekalipun bisa dijadikan kesempatan untuk belajar. Meningkatkan sikap positif dalam diri sendiri menjadi modal penting untuk selalu optimistis.

Kedekatan dengan keluarga tentu saja akan menjadi penyemangat hidup bagi para lansia.

Kedekatan itu tidak hanya berlangsung melalui kunjungan atau kontak fisik, tapi juga melalui sapaan hangat lewat sarana komunikasi seperti telepon atau whatsapp.

Kaum lasia perlu selalu bersyukur atas apa yang dialami dalam hidup ini. Rasa syukur ini akan menghindari mereka dari kebiasaan suka mengeluh dan menuntut.

Rasa syukur juga menjadi salah satu wujud pengungkapan iman yang dalam kepada Tuhan sebagai pemelihara kehidupan.

Menjadi lansia yang resilien itu merupakan suatu pilihan hidup yang senantiasa perlu diperjuangkan, khususnya di masa pandemi sekarang ini.

Dr. Raja Oloan Tumanggor
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com