Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dijual Jauh Lebih Tinggi dari Ongkos Produksi, Tas Birkin Tetap Dicari, Mengapa?

Kompas.com - 14/03/2022, 06:06 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Soal bahan baku ini juga menjadi penentu. Ada dua jenis kulit buaya yang dipakai Hermes, yakni buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya Nil (Crocodylus niloticus).

Pasalnya kulit buaya jenis ini tidak boleh sembarangan diambil dari alam, melainkan harus melalui peternakan yang memiliki ijin.

Hermes mengatakan harga tas Birkin juga didasarkan pada biaya produksinya yang tentu saja tinggi.

Namun, seorang analis ekuitas di Exane BNP Paribas, Luca Solca, memperkirakan biaya produksi tas Birkin sekitar 800 dollar AS atau sekitar Rp 11 juta saja.

Teori ekonomi

Tingginya harga tas Birkin agaknya bisa dikaitkan dengan istilah "conspicuous consumption".

Istilah itu digagas ekonom asal AS, Thorstein Veblen, seorang ekonom dan sosiolog Amerika pada tahun 189 dalam bukunya yang berjudul "The Theory of the Leisure Class".

Veblen menuliskan bahwa conspicuous consumption menunjukkan perilaku orang-orang memamerkan barang mewahnya untuk menguatkan status sosial.

Istilah conspicuous consumption Veblen justru membalikkan logika normal ekonomi.

Kita selama ini berpikir bahwa tingginya harga suatu barang akan menyebabkan permintaan turun.

Tetapi, Veblen menyatakan semakin tinggi harganya, justru permintaan terhadap suatu barang dapat meningkat.

Hal itu dikarenakan semakin mahal harganya maka barang yang dibeli mampu menyatakan status pemiliknya.

Orang membeli tas Birkin untuk menunjukkan bahwa dia kaya, bukan karena dia perlu tas.

Seandainya Birkin dijual Rp 15 juta, maka orang-orang kaya tidak akan membelinya, karena ia tidak lagi masuk golongan orang istimewa.

Nah, kesenjangan antara biaya produksi dan label harga menunjukkan bahwa tas Birkin termasuk dalam kategori ini.

Baca juga: Mengapa Hermes Himalaya Birkin Jadi Tas Termahal

Sementara itu penulis “Signalling status with luxury goods: the role of brand prominence”, yang muncul di Journal of Marketing pada 2010 mengidentifikasi hal yang berbeda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com