KOMPAS.com - Daddy issue bukan istilah resmi dalam dunia kesehatan namun seringkali dipakai untuk menggambarkan kondisi psikologis seseorang.
Kata ini populer dipakai untuk orang yang memiliki perilaku yang bermasalah terkait figur ayah di hidupnya.
Daddy issue bukan hanya dialami orang yang memiliki hubungan yang jauh atau tidak sehat dengan ayahnya.
Orang yang terlalu dekat dan akrab dengan ayahnya juga bisa mengalami kondisi psikologis serupa.
Baca juga: Hubungan Anak dan Ayah Pengaruhi Nilai Matematikanya
Daddy issue berangkat dari konsep father's complex yang pertama kali dicetuskan ilmuwan psikologi, Sigmund Freud.
Konsep ini menggambarkan impuls bawah sadar yang terjadi karena hubungan negatif dengan ayah seseorang, kebalikan dari Oedipus complex.
Seseorang, umumnya perempuan, bisa memiliki daddy issue karena banyak hal.
Biasanya dipengaruhi dengan masa kecilnya atau hubungan keluarga yang dialaminya ketika beranjak dewasa.
Dikutip dari Very Well Mind, berikut adalah sejumlah hal yang dapat memicu daddy issue dalam diri seseorang.
Misalnya ketika seseorang mengklaim dirinya sebagai kebanggaan ayahnya, karena prestasi, penampilan fisik atau amat dimanjakan.
Perlakuan istimewa itu secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi mental, emosional dan seksualnya hingga dewasa.
Pelecehan seksual yang dilakukan sosok pria dalam kehidupan kita ketika kanak-kanak bisa menjadi faktor pemicu daddy issue.
Selain ayah, juga termasuk paman, kakek atau figur otoritas lingkungan yang berjenis kelamin laki-laki.
Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur menciptakan perasaan rumit pada anak-anak.