Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal Mitos dan Campur Tangan Orang Lain demi MPASI Anak Lebih Sehat

Kompas.com - 01/04/2022, 08:05 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Yeny, ibu muda di Yogyakarta, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) pada anaknya tepat di usia enam bulan, sesuai saran dokter tempatnya berkonsultasi.

Sadar pengetahuanya amat minim soal kebutuhan nutrisi bayi, ia menurut dengan panduan MPASI dari WHO itu.

Berbagai artikel ia baca sementara banyak masukan orangtua, kerabat, sampai tetangga mulai berdatangan.

Salah satunya saran menu makanan sarat nutrisi berupa bubur lele dengan sedikit campuran tahu dan wortel.

Baca juga: Perhatikan Tekstur MPASI Sesuai Usia Anak

Proses awal MPASI anaknya makan berjalan lancar dan cenderung bebas drama, seperti keluhan banyak perempuan lainnya.

Selang beberapa bulan, barulah ia merasakan momok yang dirasakan kaum ibu itu.

Yakni ketika orang lain memaksakan makanan yang sama sekali tidak masuk dalam perencanaan sehatnya.

"Anakku nangis terus, enggak mau ditimbang, enggak mau diukur, insecure dia. Trus sama salah satu ibu kader posyandu malah dikasih kerupuk," ujarnya, mengenang momen saat mengunjungi posyandu terdekat di tempat tinggalnya.

Kerupuk itu ditolaknya, berganti dengan kue kering lainnya, yang juga jelas tak sesuai untuk bayi usia delapan bulan.

"Aku enggak enak mau nolak lagi, cuma berharap anakku enggak mau makan aja. Sambil dikit-dikit kupotekin, kusimpen," jelasnya, kala berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (26/03/2022).

Selama proses itu, anaknya tetap menangis sementara saran dan komentar lain soal proses MPASI anaknya berhamburan datang dari para tetangga lainnya.

Terbayang betapa melelahkannya hari itu, bagi seorang ibu yang datang hanya dengan niat baik untuk mengetahui tumbuh kembang anak pertamanya.

Baca juga: Simak Rekomendasi WHO Terkait Pemberian Mpasi pada Anak Usia 6-12 Bulan

Risiko memberikan MPASI yang tidak tepat bagi anak

Ilustrasi bubur MPASI. SHUTTERSTOCK/WIKTORY Ilustrasi bubur MPASI.
Spesialis anak yang berbasis di Bandar Lampung, dr. Arifatun Nisa, Sp.A mengatakan pemberian MPASI bisa dilakukan dengan makanan yang dihaluskan hingga menjadi bubur kental (puree).

"Dimulai dengan frekuensi 2x sehari dengan jumlah 2-3 sendok makan sebagai awal," terangnya.

Ia membenarkan, para ibu muda kerap menghadapi tantangan berupa campur tangan orang lain di sekitar saat mengenalkan makanan pada anaknya.

Belum lagi sejumlah mitos yang masih dipegang oleh masyarakat meskipun kebenarannya tidak pernah terbukti secara ilmiah di dunia kesehatan.

Misalnya, bayi yang "boleh" diberikan pisang di usia satu atau dua bulan saat terus menangis karena lapar dan tidak kenyang hanya dengan ASI.

Faktanya, pemberian makanan yang tidak sesuai anjuran bisa memicu masalah kesehatan pada anak seperti malnutrisi, risiko tersedak, gangguan pencernaan (intususepsi& invaginasi) hingga berisiko kematian.

Baca juga: Waspada, Pemberian MPASI Kurang Tepat Bisa Berisiko Stunting

Di sisi lain, banyak pula mitos yang sebenarnya merugikan pemenuhan nutrisi dan kesehatan anak.

Misalnya, kepercayaan yang berkembang jika bayi tidak boleh diberikan makanan berupa daging, telur, ikan, seafood sampai usia 12 bulan karena takut memicu alergi.

Keyakinan jika makanan bayi tidak boleh ditambahkan gula atau garam juga masih banyak dipegang, yang sebenarnya sangat dibutuhkan asal dalam takaran tepat.

Educreator yang pernah bekerja di RS Bethesda Yogyakarta, Bidan Ony Christy mengatakan bayi bisa diberikan menu lengkap yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan sayur buah di usia enam bulan.

"Perlu diingat sayur dan buah pada MPASI hanya bersifat pengenalan saja, bukan merupakan menu utama," katanya.

Alasannya, terlalu banyak sayur dan buah justru akan mengganggu pencernaan karena serat sulit dicerna oleh bayi.

Pemilik akun @bidankriwil ini mengatakan salah satu mitos yang kerap jadi musuh utama para ibu adalah memberikan kopi pada anak agar tidak kejang.

"Padahal hal itu jelas berbahaya dan tidak disarankan oleh medis," katanya.

Baca juga: Pola BAB Anak Berubah Setelah Diberi MPASI, Wajarkah?

Pentingnya support system untuk MPASI anak yang lebih sehat

Kerjasama antara suami dan istri sangat penting untuk memastikan proses MPASI anak berjalan lancar dan memenuhi kaidah kebutuhan nutrisiPexels/ Vanessa Loring Kerjasama antara suami dan istri sangat penting untuk memastikan proses MPASI anak berjalan lancar dan memenuhi kaidah kebutuhan nutrisi
Pakar kesehatan anak, dr. Andi Anita Utami, Sp.A paham benar besarnya campur tangan orangtua dan mertua ketika kita membesarkan buah hati, termasuk saat memperkenalkan MPASI.

Banyak orangtua pasiennya berkeluh karena kerap berkonflik dengan ayah dan ibunya sendiri ataupun mertua soal urusan memberikan makan.

Kaitannya dengan mitos-mitos yang beredar dan tradisi lawas yang masih dipertahankan.

"Seriiing, banyak yang berkonflik dengan orangtua atau mertua," katanya.

Maka dari itu, di lokasi praktiknya di Ketapang, Kalimantan Barat, ia mengizinkan para orangtua pasiennya membawa serta mertua saat berkonsultasi atau memeriksakan anak.

Sebelum pandemi Covid-19, ia bahkan bisa dikelilingi keluarga besar yang datang khusus untuk mendampingi cucu kesayangan.

"Biasanya cucu pertama, emak, bapak, mertua dari perempuan, dari laki-laki, semua mau masuk, saya silahkan saja," ujarnya.

Baca juga: Waspada, Pemberian MPASI Kurang Tepat Bisa Berisiko Stunting

"Bahkan saya akan bilang, kalau mertua susah dikasi tahu, bawa ke sini sekalian ya nanti saya sebagai dokter akan memberikan edukasi secara halus," kata Dokter Nita, demikian ia biasa disapa.

Jebolan Universitas Gadjah Mada itu percaya cara tersebut lebih baik dan persuasif karena orang yang dimaksud tidak sadar jika ia sebenarnya sedang diberi edukasi.

Kuncinya adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi secara efektif dengan generasi lebih tua untuk pemenuhan hak nutrisi anak.

"Bisa dikasi tahu pelan-pelan, jangan bilang 'ma, enggak boleh lho', orang tua enggak bisa digituin," katanya.

"Sedangkan komentar atau nyinyiran yang datang dari tetangga ataupun netizen, sebaiknya dikalikan nol saja, tegasnya.

Selain itu, ia menyarankan para orangtua untuk menyiapkan sendiri makanan untuk anaknya guna mencegah asupan makanan yang tidak semestinya.

Hal lain yang juga amat penting terkait persoalan MPASI anak ini adalah pasangan suami istri yang saling menguatkan.

Proses membesarkan anak termasuk memberikan asupan sarat nutrisi bisa menjadi perjalanan yang melelahkan, baik fisik maupun mental.

"Maka suami istri harus kompak, saling menguatkan yang di dalam," pesan Dokter Nita.

Senada, Bidan Ony mengatakan para ibu perlu meningkatkan pengetahuan, memberdayakan diri, dan mencari support system agar proses MPASI anak berjalan lancar dan tepat guna untuk kebutuhan kesehatan anak.

"Tolak dengan halus dan jelaskan alasan menolak atau berikan sumber terpercaya, siapa tahu pemberi saran atau mitos tersebut malah bisa belajar bersama," katanya.

Baca juga: MPASI Rumahan Tidak Sama dengan MPASI Murahan

Ibu muda di Ketapang, Sindy, terus belajar dari banyak sumber untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya yang kini berusia tiga tahun.

Namun, yang lebih penting pula, ia berusaha bersikap teguh menghadapi semua kritikan, saran tak diundang ataupun campur tangan orang sekitarnya soal makanan anaknya.

Sikap keras kepalanya itu berbuah manis karena kini ia tak lagi direcoki soal pola parenting yang diterapkannya.

"Mamiku udah hapal sama sifatku, kalo kataku A ya A, jadi MPASI anakku aku yang atur semua," katanya.

Baca juga: MPASI Pure Sayuran Tak Cukupi Kebutuhan Nutrisi Bayi

Meski demikian, bukan berarti ia bebas dari semua komentar karena selalu saja ada yang berusaha mempertanyakan pilihannya soal makanan anaknya.

Ia bersyukur memiliki dukungan penuh dari suaminya tentang cara membesarkan anaknya.

Faktor yang juga esensial, Sindy tidak tinggal dengan orangtua ataupun mertua sehingga ia memiliki kebebasan penuh.

"Rata-rata yang tinggal bareng itu yang pasti banyak gesekan," ujarnya.

Seperti salah satu kenalannya yang ribut besar-besaran dengan mertuanya karena persoalan kopi.

Pasalnya, si nenek kedapatan memberikan kopi sejak anaknya masih bayi, kebiasaan yang amat disayangkan dan terus bertahan sampai saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com