“Nama-nama itu dipakai untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud untuk menunjukkan bahwa saya adalah bagian dari kelompok, penguasa, dan rezim ini.”
Baca juga: Teman Berperilaku Toxic di Media Sosial, Perlukah Unfriend?
“Ini memang relasi kultur masyarakat yang punya ketimpangan dalam kuasa dan kehormatan pada sekelompok orang tertentu.”
“Dan dimanfaatkan dalam relasi-relasi patron-klien itu untuk mengatur yang lain,” sambungnya.
Lebih lanjut, Drajat mengutarakan bahwa kejadian semacam itu seharusnya sudah “ditumbangkan”.
Apalagi kehidupan manusia di zaman modern sudah berbasis hukum. Jadi, siapa pun yang tidak patuh tentu akan dijerat hukum.
“Kalau sekarang ‘kan bekingan-bekingan itu (harusnya) tidak ada. Walaupun hierarki tetap ada, tapi tidak digunakan dalam relasi pengaruh patron-klien,” ujarnya.
Baca juga: Unggahan di Media Sosial Jadi Penilaian Saat Wawancara Kerja?
Kalau pun kejadian serupa masih terulang, ia menyebut masalah ini masih dipengaruhi ketimpangan kuasa, kehormatan, dan ekonomi dalam masyarakat.
“Biasanya memang yang punya kuasa besar adalah pejabat tinggi pemerintah, orang yang kaya, yang sangat berpengaruh, atau juga yang besar, dan yang ditakuti oleh banyak orang itu,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.