BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Bank DBS Indonesia

Ini Dampak Buruk dari Kebiasaan Menyisakan Makanan

Kompas.com - 30/06/2022, 18:23 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – “Makanan adalah anugerah. Maka dari itu, harus diperlakukan dengan baik”. Begitulah kata seorang novelis asal Amerika Serikat (AS) Chris Bohjalian yang meminta setiap orang untuk menghormati makanan.

Hal itu mengingat, makanan merupakan salah satu sumber kehidupan setiap makhluk hidup di dunia, termasuk manusia. Di sisi lain, bila makanan disia-siakan atau disisakan, hal ini bisa menjadi masalah.

Bila separuh penduduk dunia memiliki kebiasaan menyisakan makanan dalam sebuah piring, hal tersebut dinilai dapat menimbulkan dampak kerugian yang begitu besar.

Bahkan, masalah yang ditimbulkan bisa membahayakan ekosistem secara global apabila sebagian penduduk dunia punya kebiasaan tersebut.

Lalu, apa saja kerugian itu? Simak ulasannya berikut.

1. Peningkatan sampah organik

Selama ini, isu masalah sampah hanya fokus pada pengelolaan sampah anorganik seperti sampah plastik. Padahal, sampah organik juga memiliki dampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan.

Peningkatan volume sampah organik dalam beberapa tahun belakangan yang berasal dari sisa makanan, sayuran, dan buah menjadi masalah serius yang harus segera ditangani.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Foreign Commonwealth Office Inggris mencatat, selama 20 tahun terakhir, Indonesia menyumbang sekitar 23-48 juta ton sampah makanan per tahun. Jumlah ini setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun.

Sementara itu, berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2021, jumlah sampah secara nasional mencapai 26,35 juta ton per tahun.

Jumlah tersebut terdiri dari sampah organik sebesar 41,92 persen, anorganik 50,5 persen, dan lainnya sebesar 7,58 persen.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), jumlah sampah organik di Indonesia menyumbang 56 persen dari total sampah yang beredar pada 2021.

Peningkatan jumlah sampah organik dapat menjadi akar dari masalah lain, seperti pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit, dan pemanasan global akibat gas metana yang terlepas ke atmosfer.

2. Timbulkan masalah ketahanan pangan

Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada 2020, sepertiga dari makanan yang dikonsumsi kerap disisakan. Akibatnya, makanan sisa dari penduduk dunia mencapai 1,3 miliar ton per tahun.

Di sisi lain, stok bahan makanan di dunia tidak melimpah dan jumlah penduduk yang mengalami permasalahan gizi atau kekurangan makanan cukup banyak.

Alhasil, kebiasaan menyisakan makanan bisa menimbulkan permasalahan ketahanan pangan secara serius. Akan banyak penduduk yang kekurangan makanan apabila masalah tersebut tidak segera diatasi.

Sebaliknya, jika seperempat dari jumlah sisa makanan tersebut bisa diselamatkan, sekitar 821 juta orang yang kekurangan gizi di seluruh dunia dapat terbantu.

3. Boros energi

Saat disisakan, semua sumber energi yang digunakan untuk memproduksi makanan secara tak langsung juga ikut terbuang.

Ilustrasi pemborosan energi.Dok. Shutterstock/Belish Ilustrasi pemborosan energi.

4. Merusak lingkungan

Keberadaan limbah makanan juga berpengaruh besar terhadap kerusakan lingkungan. Alhasil, hal ini dapat mengganggu ekosistem di sekitarnya.

Dilansir dari laman ui.ac.id, Senin (9/11/2020), akumulasi sampah dan gas metana yang berasal dari limbah makanan pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat memicu bencana ledakan sampah.

Ledakan tersebut jelas bisa menyebabkan longsor dan merusak ekosistem di sekitarnya.

Tak hanya itu, banyaknya tumpukan sampah makanan juga dapat menimbulkan air lindi.

Untuk diketahui, air lindi berasal dari tumpukan sampah yang bercampur dengan air hujan. Air lindi sangat berbahaya dan beracun karena mengandung unsur logam berat, seperti timbal, besi, dan tembaga.

Bila tidak diolah dengan baik, air lindi akan meresap ke tanah dan mencemari air minum. Selain itu, air lindi yang masuk ke aliran sungai juga dapat merusak ekosistem di sekitarnya.

5. Sebabkan pemanasan global

Seperti telah disinggung, limbah makanan juga dapat memicu pemborosan energi. Lantaran energi yang digunakan berasal dari bahan bakar fosil, emisi karbon yang ditimbulkan akibat limbah makanan pun tinggi. Hal ini berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

Ilustrasi pemanasan global.Dok. Shutterstock/Nexus 7 Ilustrasi pemanasan global.

Tak hanya itu, sisa makanan yang menumpuk dan membusuk di pembuangan sampah juga akan menghasilkan gas metana. Gas metana sendiri merupakan salah satu gas rumah kaca yang turut berdampak pada pemanasan global.

Dilansir dari laman greenerkirkcaldy.org.uk, gas metana dikatakan 25 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida (CO2) dalam hal memerangkap panas di atmosfer.

Maka dari itu, keberadaan limbah makanan dinilai sebagai salah satu dari penyebab pemanasan global.

Itulah beberapa masalah yang timbul akibat kebiasaan menyisakan makanan. Guna mengurangi masalah tersebut, setiap orang wajib membiasakan diri makan tanpa sisa.

Adapun untuk membantu masyarakat agar mau menghabiskan setiap makanannya, Bank DBS tengah melakukan gerakan peduli lingkungan melalui kampanye “Towards Zero Food Waste” dan #MakanTanpaSisa.

Sebagai informasi, kampanye “Towards Zero Food Waste” dan #MakanTanpaSisa bertujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap sampah makanan yang bisa menimbulkan masalah lingkungan hingga pemanasan global.

Lewat gerakan tersebut, masyarakat Indonesia juga diarahkan agar mulai mengurangi sampah makanan melalui kebiasaan sehari-hari.

Executive Director and Head of Group Strategic Marketing Communication Bank DBS Indonesia Mona Monika mengatakan, gerakan #MakanTanpaSisa merupakan realisasi dari pilar keberlanjutan yang diusung Bank DBS Group, yakni Creating Impact Beyond Banking.

Ia melanjutkan, membantu masyarakat dan menjadi bank dengan tujuan positif merupakan DNA dari Bank DBS Indonesia. Oleh karena itu, Bank DBS Indonesia terus berinovasi untuk menjadi bank yang mengedepankan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Semua itu dilakukan Bank DBS Indonesia atas kesadaran sebagai lembaga keuangan yang menjalankan bisnis berkelanjutan demi generasi masa depan dan lingkungan hidup,” terangnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ia menambahkan, Bank DBS Indonesia juga secara aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang berdampak sosial lewat kerja sama dengan komunitas dan wirausaha melalui DBS Foundation.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com