Ia menambahkan, prinsip yang sama sebaiknya dipahami orang dewasa ketika anak ingin melakukan sesuatu.
Seperti tidak ingin melihat jenazah, ingin pindah ke tempat lain, atau melihat anggota keluarga yang sudah meninggal.
Eshleman menyarankan supaya anak diberi pemahaman tentang kematian dalam konsep agama.
Seperti bagaimana jenazah akan dikuburkan dan roh orang yang sudah meninggal berada di surga selepas kematian.
Baca juga: Melatih Anak Mengelola Emosi
Mengingat orang dewasa memiliki lebih banyak pengalaman hidup maka penting bagi mereka untuk membuat prakiraan seandainya anak diajak ke rumah duka.
Itu penting dilakukan karena anak bisa saja menangis atau melakukan hal yang tidak terduga lainnya.
"Sebagai orang dewasa, kita memiliki pikiran, perasaan, dan asosiasi tertentu yang sering kita proyeksikan ke anak-anak," jelas Eshleman.
"Bahkan ketika semua orang berduka, anak mungkin tidak merasakan hal yang sama. Itu tidak selalu menjadi saat kesedihan bagi mereka."
Eshleman mengatakan, ada berbagai perubahan perilaku yang ditunjukkan anak tentang kematian, seperti:
Dalam hal ini, respons anak sebaiknya diamati supaya tidak berkelanjutan.
Pasalnya wajar bagi anak untuk mengekspresikan kesedihannya tentang kematian.
Di samping itu, akan sangat membantu anak jika melihat orang dewasa merasakan perasaannya juga.
Bahkan membiarkan anak menyaksikan reaksi emosional kita tidaklah apa-apa.
Reaksi tersebut dikatakan Eshleman mengajari anak bahwa normal untuk mengespresikan berbagai emosi.
Orang dewasa tidak ada salahnya membicarakan orang yang sudah meninggal dengan anak.
Misalnya memberi tahu si kecil apa makanan favorit atau waktu anak terakhir kali pergi bersama almarhum.
Baca juga: 4 Langkah Mengelola Emosi Anak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.