“Jika tidak ada yang meminta Anda untuk berhenti, mengapa tidak melakukan lebih sedikit secara default dan lolos begitu saja? " tambah Jass.
Quiet quitting juga bisa datang dari rasa putus asa yang muncul dengan kondisi saat ini termasuk inflasi yang meningkat, biaya hidup tinggi dan pendapatan yang tidak ideal.
Baca juga: Perlunya Rehat Sejenak dari Urusan Pekerjaan yang Tidak Mendesak
Pattie Ehsaei, pakar perilaku di tempat kerja asal Los Angeles menilai quiet quitting ini tidak sepenuhnya memberikan pengaruh baik, khususnya untuk pencapaian profesional kita.
"Quiet quitting adalah melakukan hal minimum yang diperlukan dari Anda di tempat kerja dan puas dengan keadaan biasa-biasa saja," katanya.
"Kemajuan dan kenaikan gaji akan diberikan kepada mereka yang tingkat usahanya menjamin kemajuan, dan melakukan yang paling minimum tentu saja tidak," tambahnya.
Kelsey Wat, seorang career coach, menambahkan jika perilaku ini bisa secara bertahap menghilangkan investasi emosional apa pun yang kita miliki terhadap pekerjaan.
Padahal sebagian besar dari kita menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, dalam kesehariannya.
“Sebagian besar dari kita ingin bangga dengan pekerjaan yang kita lakukan dan kontribusi yang kita buat," katanya.
"Kita ingin melihat dampak kita dan merasa senang dengan hal itu. Quiet quitting tidak memungkinkan untuk itu.”
Menurutnya, tetap mungkin mempertahankan batasan yang sehat dan tetap berinvestasi secara emosional di tempat kerja tanpa berperilaku seperti itu.
Baca juga: Atasan Memberi Pekerjaan di Luar Jobdesk? Begini Cara Menolaknya
Michael Timme, konsultan HRD, menyarankan salah satunya dengan memaksimalkan jam kerja kita di kantor agar tetap bisa mewujudkan work life balance.
Hal ini bisa menghilangkan faktor buruk dari quite quitting seperti kurangnya motivasi, keterbelakangan keterampilan, kurangnya fleksibilitas dan ketidakmampuan untuk bekerja dalam pengaturan tim.
“Dari sudut pandang kantor, quite quitting dapat menyebabkan konflik antar karyawan, karena beberapa karyawan akan merasa orang lain tidak memikul beban mereka,” tambahnya.
"Secara keseluruhan, ini dapat menjadi bumerang bagi karyawan dan juga dapat menciptakan gelombang karyawan yang tidak memadai dan terbelakang.”
Baca juga: Ini Tandanya jika Kita Sebenarnya Berperilaku Quiet Quitting di Kantor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.