Orangtua harus kritis terhadap tindakan anak mereka. Pasalnya, orangtua adalah "sekolah" pertama dan "guru" pertama.
Jika anak tidak pernah dihukum atas kesalahannya, maka kebiasaan tersebut dapat membentuk karakternya yang merasa "sempurna" alias tidak pernah salah.
Itu merupakan tindakan yang keliru.
Sesekali menghukum anak atas kesalahannya itu diperlukan agar anak dapat belajar dari kesalahan tersebut.
Menghukum anak juga dapat membentuk karakter tanggung jawab terhadap kesalahan yang dilakukannya agar tidak terulang kembali.
Meski demikian, menghukum anak dengan kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan.
Sebagai orangtua, bersikaplah kritis, bila perlu kendalikan perilaku anak ketika menunjukkan tanda-tanda menyimpang dari perilaku yang tidak sesuai norma.
Mungkin ini merupakan salah satu peranan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak.
Tetapi di balik itu, kebiasaan tersebut justru dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang si kecil.
Anak bisa kehilangan "daya berjuang" untuk mendapatkan sesuatu karena selalu dibantu oleh orangtuanya.
Sebagai orangtua, kita dapat mendorongnya untuk menjadi pribadi yang mandiri, namun bukan berarti membiarkan mereka menghadapi kesulitan yang di luar batas kemampuannya.
Hal ini masih ada kaitannya dengan kebiasaan memanjakan anak secara berlebihan.
Kebiasaan tersebut dapat membentuk ekspektasi yang tidak realistis untuk anak ketika mereka tumbuh dewasa.
Pasalnya, strawberry generation cenderung terlalu berharap diperlakukan dengan cara tertentu.
Ketika itu tidak didapatkannya, mereka juga sangat mudah menyerah atau bahkan berbuat ulah.
Maka dari itu, hindari kebiasaan memperlakukan anak bak "pangeran dan puteri kerajaan" di lingkungan keluarga.
Baca juga: Pola Asuh Orangtua di Jepang yang Bisa Kita Contoh
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.