Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 24 Januari 2023, 05:48 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menguap adalah tindakan spontan ketika seseorang mengantuk. Ternyata, hal itu bisa menular.

Banyak orang tidak menyadari jika berada di dekat orang yang menguap, kita bisa ikut menguap. Kok bisa ya?

Calon ahli bedah akademik, Reyan Saghir, MBBS, BSc (Hons) mencoba menjelaskan fenomena ini.

"Aktivitas menguap terdiri dari pembukaan mulut yang tidak disengaja dan pelebaran rahang secara maksimal diikuti penarikan napas dalam-dalam dan ekspirasi lambat," katanya.

"Biasanya terjadi saat lelah atau bosan, namun alasan ilmiah di balik kebiasaan sehari-hari seperti menguap masih belum sepenuhnya dipahami."

Ada banyak studi yang mungkin bisa menjelaskan mengapa kita ikut menguap ketika melihat orang lain menguap.

Baca juga: Mengapa Menguap Bisa Menular?

Penyebab seseorang menguap

Ada asumsi yang diyakini para ilmuwan di masa lalu bahwa manusia menguap untuk menghirup lebih banyak oksigen.

Namun, teori itu dibantah oleh serangkaian percobaan yang diterbitkan pada tahun 1987 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kekurangan oksigen dan keinginan untuk menguap.

Salah satu teori paling populer tentang penyebab menguap ada kaitannya dengan rasa bosan.

"Saat kita lelah, terutama saat melihat rangsangan berulang yang tidak menarik alias membosankan, tubuh kita menguap sebagai pertanda untuk bangun," tutur Saghir.

"Studi menunjukkan hal ini benar adanya, di mana detak jantung seseorang dapat meningkat dan memuncak selama 10-15 detik setelah menguap, mirip seperti efek kafein."

Menguap juga dikaitkan dengan pendinginan otak, yang mungkin menjelaskan mengapa kita menguap lebih banyak saat terjadi kenaikan suhu.

"Ketika otot-otot wajah mengendur, itu memungkinkan panas menghilang melalui pembuluh darah wajah dan udara dingin yang masuk membantu mengurangi suhu otak," lanjut Saghir.

Menurut peneliti, jika cuaca panas tetapi masih terasa sejuk, banyak menghirup udara akan menurunkan suhu tubuh, sehingga kita berada di kondisi prima untuk menguap.

Baca juga: 4 Penyebab Sering Menguap Padahal Sudah Cukup Tidur

Mengapa kita menguap saat orang lain menguap?

Para peneliti berpendapat, empati adalah alasan yang paling logis di balik seseorang yang ikut menguap ketika orang lain menguap.

"Seiring bertambahnya usia manusia, kita meningkatkan perkembangan psikososial dan neurologis, menganggap orang lain menguap sebagai isyarat bahwa kita juga harus menguap," ujar Saghir.

Menguap bukan satu-satunya perilaku yang ditiru manusia.

Sebagai contoh, kita seringkali secara otomatis meniru kata-kata (echolalia) atau tindakan (echopraxia) orang lain, catat Saghir.

Ternyata, tindakan meniru itu wajar, karena otak seseorang terhubung untuk meniru orang-orang di sekitarnya.

"Studi menunjukkan menguap memicu 'mirror neurons' di girus frontalis inferior di kanan otak, yang aktif saat melakukan perilaku dengan tujuan untuk meniru."

"Itu membuat refleks menguap secara fisik tidak mungkin dicegah karena otak kita terhubung untuk tidak mencegahnya," tambah Saghir.

Saghir mencatat, reaksi ini hanya terjadi pada otak yang sudah berkembang sempurna.

"Sebagai orang dewasa yang sehat secara mental, perkembangan psikososial akan membuat kita menguap ketika orang lain melakukannya," tutur dia.

"Namun pada individu yang tidak memiliki perkembangan mental yang benar, efek menular dari menguap tidak terlihat."

Studi pada anak-anak yang masih mengembangkan mekanisme saraf hanya ditemukan menguap dalam keadaan lelah, bukan sebagai respons terhadap orang lain yang menguap.

Demikian pula, orang dewasa dengan kondisi seperti autisme atau skizofrenia yang memiliki perkembangan sosial berbeda tidak "tertular" orang lain yang menguap.

Ada juga studi yang membuktikan, seseorang cenderung ikut menguap lebih sering ketika memiliki ikatan atau hubungan yang lebih dekat dengan orang yang menguap.

"Jika anggota keluarga menguap, kita cenderung menguap dibandingkan dengan orang asing."

"Ini karena hubungan empatik yang dibuat otak kita, sehingga kita lebih berempati dengan orang yang menguap dan ingin mencerminkan tindakan mereka secara tidak sengaja," kata Saghir.

Baca juga: Mengapa Menguap Menular?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Prediksi Shio Kuda Api 2026, Disebut Penuh Peluang Besar
Wellness
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Kebutuhan Psikologis Anak 5-12 Tahun, dari Bermain hingga Rasa Aman
Parenting
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Rasa Bersalah Ibu pada Anak, Kapan Masih Wajar dan Kapan Perlu Diwaspadai?
Parenting
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Cinta Laura Ajak Konsisten Hidup Sehat, Mulai dari Langkah Kecil
Wellness
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Perjalanan Cinta Tiffany Young dan Byun Yo Han, Sudah Ada Rencana Menikah
Wellness
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Momen Taylor Swift Telepon Travis Kelce di Eras Tour, Saling Dukung Meski LDR
Relationship
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Pemicu Ibu Sering Merasa Bersalah dalam Mengasuh Anak Menurut Psikolog
Wellness
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau