KOMPAS.com - Ada banyak faktor —baik internal (genetik) maupun eksternal (lingkungan)— yang dapat memengaruhi kebahagiaan dalam hidup.
Namun terlepas hal itu, kita sebenarnya memiliki kekuatan di dalam diri untuk bisa menjadi lebih bahagia.
"Kita cenderung percaya bahwa kita akan bahagia ketika kondisi tertentu terpenuhi, ketika kita telah mencapai ini atau itu. Tapi itu adalah mitos yang umum."
Demikian penuturan profesor di Departemen Psikiatri di University of California, San Francisco, peneliti dan salah satu pencipta The Big Joy Project, Elissa Epel, PhD.
Elissa Epel mengungkapkan, kita tidak perlu berharap bahwa kita akan merasa lebih baik suatu hari nanti, karena kita memiliki lebih banyak kendali daripada yang kita pikirkan.
Baca juga: 8 Asupan yang Bisa Bikin Bahagia, Ada Pisang hingga Jamur
"Kita bisa mengambil kendali dan menemukan apa yang bisa kita lakukan sekarang, seperti hal-hal kecil yang bisa meningkatkan perasaan senang atau puas," ujar Elissa Epel.
Meningkatkan perasaan gembira dan bahagia secara berkelanjutan terletak pada kekuatan kebiasaan.
"Kebiasaan terbentuk ketika kita mengulangi perilaku. Kebiasaan itu tertanam di dalam kabel saraf kita, di ganglia basal," ungkap Epel.
Secara sadar mengadopsi kebiasaan dan dengan mindful memerhatikan efek menyenangkannya, akan memanfaatkan kekuatan sistem penghargaan positif yang sudah ada di otak.
"Ketika sebuah perilaku memicu respons emosional yang positif, kita cenderung mengingatnya dan melakukannya lagi," kata Elissa Epel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.