"Melempar barang ke pemain bisa dianggap sebagai kekerasan, tapi interpretasi lain adalah tindakan putus asa," kata Stevens Aubrey.
"Seperti, ini adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk mendapatkan perhatian dari pemain."
Perilaku ini mirip dengan tragedi kematian John Lennon yang dibunuh oleh penggemarnya sendiri.
Baca juga: 10 Hal di Seputar Kematian John Lennon
David Thomas, profesor studi forensik di Florida Gulf Coast University, mengatakan bahwa anonimitas yang diberikan oleh lokasi konser yang gelap dan kerumunan besar dapat mendorong perilaku buruk.
Media sosial juga amat berpengaruh karena memicu keinginan menjadi viral, termasuk dengan melakukan hal membahayakan.
“Banyak yang menemukan bahwa perhatian atau liputan media dalam bentuk apa pun untuk perilaku buruk atau baik itu bermanfaat,” kata Thomas, yang juga mantan petugas polisi dengan keahlian dalam psikologi massa.
Baca juga: Konten Viral Tenaga Kesehatan dan Kode Etik di Media Sosial
“Tidak ada panggung yang lebih besar dari konser di depan 20.000 penggemar, belum lagi televisi dan media sosial,” terangnya.
“Perhatian yang diterima pelaku dengan mengorbankan artis lebih penting daripada menikmati konser atau kemungkinan cedera yang dapat ditimbulkan pada artis.”
Kebanyakan musisi yang menjadi korban adalah perempuan sehingga tren ini dinilai ada kaitannya dengan faktor misogini.
“Tentunya hal yang lebih dramatis adalah para penggemar yang melempari wanita,” kata Paul Booth, seorang profesor media dan budaya pop di Universitas DePaul.
Baca juga: Misogini, Istilah yang Muncul pada Abad Ke-17
"Jika tren ini untuk perhatian, orang merasa berhak mendapatkan perhatian wanita, dan mungkin percaya bahwa wanita lebih cenderung memberikannya," kata Booth.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.