Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menggambar Mereduksi Simtom Depresi pada Orang Dewasa

Kompas.com - 14/08/2023, 16:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ia merasa kurang diperhatikan oleh keluarga, senantiasa memperoleh makian, umpatan, cemooh bahkan kekerasan fisik dari ayah terutama jika beroleh nilai sekolah tak sesuai harapan.

Ibu L tidak mampu melindungi tindak kekerasan dari ayah; L berupaya menghindari kondisi tersebut dengan berusaha lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah, tetapi bukan untuk belajar, melainkan berkumpul bersama teman menghindari suasana rumah.

Ia merasa terbelenggu di dalam rumah dan merasa lebih bebas bersama teman di sekolah, tetapi tindakannya di sekolah kian mengganggu karena cenderung mencari perhatian dari lingkungan. Akibatnya ia semakin dijauhi oleh temannya.

Prestasi akademis di sekolah tergolong rendah; L berupaya membina hubungan persahabatan dengan beberapa teman, tetapi hal ini tidak dapat berlangsung lama karena berbagai alasan yang amat mungkin dilandasi oleh sikap dan perilaku L sendiri.

Ia sendiri mengemukakan bahwa temannya cenderung memanfaatkan dirinya (seperti minta uang), ia bahkan “dipalak” oleh para senior.

Di sekolah menengah, ia sempat “berpacaran”, tetapi mudah marah sehingga pacarnya meninggalkannya.

Pergaulan sosialnya relatif terbatas; ia sulit membina interaksi sosial dengan baik, pertemanannya relatif tidak bertahan lama, ia sering merasa ditinggalkan teman-teman atau sekadar dimanfaatkan oleh mereka sehingga lebih memilih menghindar.

Suatu saat, ia didekati senior pria yang dirasakan akrab sehingga mampu berbagi, namun lambat laun ia merasakan tidak nyaman (risih) ketika ia memperoleh belaian dan ciuman.

Di satu pihak tindakan tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman, namun di lain pihak senior ini satu-satunya individu yang dirasa mampu mengayomi dirinya yang mampu menggantikan sosok ayah atau kakak.

Usai sekolah menengah dan memasuki perguruan tinggi, L tetap merasa terasing dari lingkungannya, kerap merasa sendiri, terutama karena hubungannya semakin senjang dengan seniornya.

Rasa kesendirian yang menumpuk akibat kesenjangan interaksi sosial selama bertahun-tahun semakin lama semakin membebani diri dan meningkatkan rasa ketidakberdayaan walaupun ia merasa beroleh suport materi dari kakak perempuan.

Langkah terapi:

Keputusan menggunakan pendekatan art therapy dilandasi pertimbangan: L mengalami hambatan naratif secara kronologis karena merasa pengalaman hidup negatifnya amat kompleks. L bersedia mengungkapkan perasaan secara visual.

Dalam proses awal, L menunjukkan bahwa Ia relatif mampu menggambar dan tidak menunjukkan resistensi mengungkapkan pengalaman secara visual.

Setelah melalui proses pembentukan rapor, L diminta mengungkapkan diri melalui menggambar bebas (free drawing); ia memilih media cat air dan menggambar buah-buahan dalam wadah yang mengingatkan dirinya belajar menggambar pada waktu lampau dalam usaha mempersiapkan diri untuk menjadi arsitek.

Ia gagal memasuki jurusan arsitek dan ia merasa dirinya mengecewakan orangtua di samping merasa gagal memenuhi harapannya.

Ia kemudian menuliskan kata STRESS pada gambar ke 2 dengan warna merah.

Selanjtunya ia menggambar gunung berapi meletus dengan warna merah dan diikuti gambar “scribble” (benang kusut) dengan ragam warna terkesam kusam.

Selama menggambar Ia merasakan seolah kepalanya ingin “meledak” dan scribble merefleksikan alam pikirannya yang dirasakan kusut. Usai menggambar, Ia menyatakan ada rasa “plong” (relieved/ lega).

Pada awal sessi II, selang seminggu dari sessi I, L melaporkan kerap menggambar buah dan rumah. Namun karena menggambar di kertas bekas, Ia tidak mendokumentasikan, Ia banyak membuangnya, tetapi kegiatan tersebut menyenangkan baginya karena mampu mengungkapkan rasa negatif yang Ia alami lalu membuang perasaan tersebut.

Dalam sessi II, ketika diminta menggambarkan identifikasi perubahan psikologis (niat perubahan), Ia menggambarkan gunung dengan langit cerah dan pohon permen (candy trees).

Baginya simbol pohon permen adalah kehidupan yang manis. Proses selanjutnya diisi dengan kegiatan Mandala dan Ia menikmati hingga sessi berakhir; Ia mampu membuat mandala dengan seimbang walau tidak memiliki alasan khusus tentang pemilihan warna dan bentuk yang Ia gambarkan.

Sessi III terkait ikatan emosi negatif yang perlu ditanggalkan; kebetulan Ia merasa gagal ujian, Ia menggambarkan individu bersandar di dinding memikirkan kesedihan di bawah kelompok awan hitam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com